Akhir-akhir ini saya sangat keranjingan mengikuti isu politik yang berkaitan dengan pilpres apalagi setelah demo yang berujung kerusuhan di jakarta tanggal 22 kemarin. Video-video serta opini saya kepoin untuk sekedar mengetahui bagaimana sih kondisi politik negri ini di Mata Para Tokoh maupun akademisi.
Cari-cari tulisan yang pas buat saya baca, eh nyarar di salah satu situs berita kepunyaan om Paloh, MEDIA INDONESIA.COM, nemu tulisan keren dari seorang intelektual terkemuka, Burhanuddin Muhtadi yang berjudul "Setelah Polarisasi (semoga) Terbit Rekonsiliasi", ia sedikit mengulas apa yang terjadi pada lanskap politik kita hari ini.
Disebutkan bahwa yang terjadi pada politik kita hari adalah KETERBELAHAN/POLARISASI yang begitu tajam hal ini karena disebabkan oleh Narasi yang dibangun saat Kampanye kemarin, yakni populisme dan politik identintas yang dikawinkan dengan strategi post trtuth (Pasca Kebenaran) dimana algoritma rasa dianggap lebih bertuah ketimbang data dan fakta sehingga melahirkan polarisasi tersebut.
Politik Identitas Ini memang bukan barang baru, tapi fenomena global, terjadi juga dibeberapa negara, bisa dilihat dari kemenangan Donald Trump di AS, Bolsonaro di Brasil, Brexit di Inggris, dan lain-lain.
Dalam tulisannya ini Burhanuddin menyajikan fakta menarik tentang gambaran polarisasi di Indonesia, ia kutip hasil exitpol yang dilakukan oleh Indikator Politik, hasilnya terjadi kecendrenyngan memiloh berdasar pada identitas, misal dari segi agama, Muslim Tradisionalis dan Non Muslim cenderung memilih Jokowi sedang Muslim Modernis cendrung lebih memilih Prabowo.
Kalau dari segi etnis, orang Batak dan Jawa mengalami peningkatan 11% dibanding tahun 2014 memilih jokowi, kemudian pemilih Prabowo di masyarakat yang beretnis sunda mengalami stagnasi atau penurunan, tapi di Masyarakat Minang, Melayu dan Madura justru meningkat.
Banyak data-data yang disajikan dalam hasil exitpol di tulisan burhanudin tersebut, tapi saya lebih tertarik tentang gambaran data pemilih yang mendukung paslon capres/cawapres sebagaimana digambarkan diatas, betapa terbelahnya masyarakat kita, preferensi memilihnya bukan lagi pilihan rasional tapi soal kecendurangan, hal ini karena tidak terlepas narasi para tokoh yang selalu mengeborkan-gemborkan isu identitas, ini sangat mencederai demokrasi dan melupuhkan nalar kritis. Yang harusnya Pemilu itu dijadikan untuk perang ide dan gagasan justru dialihkan masuk dalam perdebatan sampah.
Begitulah tulisan singkat saya, mencoba mereview tulisan dari Burhanudin, meskipun keliatan tidak begitu mendalam, tapi mencoba, itung-itung belajar mengonmentari tulisan orang dan menangkap isi pesannya. hehehehe....
Oh ya hampir lupa diawal opininya itu,, Burhanuddin mengutip juga salah satu buku terbarunya yang berjudul POPULISME, POLITIK IDENTITAS, DAN DINAMIKA ELEKTORAL (2019), buku yang dilauncing bulan Maret kemarin. kayaknya menarik, cek isi ATM dulu ntar, klo semisal mencukupi mungkin langsung OTW gramedia besok, cari bukunya,,,,, dan Insya Allah nanti saya coba ulas di Blog ini.
0 Comments:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung di blog ini, berkomentarlah dengan bijak, baik dan tidak spam.