Membincang Masalah Pasir di Desa Kapoa Kadatua

Kemarin (17/5) ada sekolompok pemuda yang mengatasnamakan Front Kapoa melakukan aksi di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Buton Selatan (DLH BUSEL), mereka menuntut agar aktivitas penyedotan pasir ilegal didesanya dihentikan, karena mengancam ekosistem (Baca: PublikSatu.com).

Berita ini kemudian saya bagikan di Grup FB KAMPUNG KADATUA ada banyak netizen yang mengomentarinya diantara mempertanyakan kenapa baru sekarang, padahal aktivitas tersebut sudah lama dilakukan, hal ini kemudian memunculkan spekulasi bahwa aksi yang dilakukan Front Kapoa tersebut ada tendesi politik.

Memang saat ini Desa Kapoa sedang mempersiapkan diri menjelang Pilkades serentak yang dilakukan pada bulan Juni mendatang, sebelum terjadi aksi di Kantor DLH Busel tersebut, beberapa minggu yang lalu (7/5) juga sekolompok warga melakukan aksi sweeping Bantuan Perahu Nelayan ditengarai pembagian bantuan oleh Kepala Desa tersebut pilih kasih. (Baca: SindoNews)

Apakah aksi ini benar sarat politik? Ya bisa jadi,,,,  menurut pandangan subjektif saya, karena sebagian warga yang melakukan sweeping ini juga melakukan penyedotan pasir lalu pihak pemerintah desa melakukan aksi tandingan.....tapi entahlah ini ruwet...dan saya tidak mau berspekulasi lebih jauh.

Yang ingin saya soroti disini adalah Penambangan pasir, sebagai warga Pulau Kadatua yang lahir  dan besar dipulau ini, saya sangat menyayangkan adanya aktivitas tersebut, mengingat ancaman akan kerusakan alam, kalau dilihat fakta hari ini pesisir pulau kadatua sudah sangat rusak, dulu waktu kecil sering bermain di pinggir pantai, main bola, bikin api unggun, rumah-rumah kecil, dll. saat itu pantai ini masih sangat indah dan luas.

Namun semenjak Kadatua dimekarkan menjadi sebuah kecamatan dan adanya kebijakan pusat terkait kuncuran Dana Desa (DD) yang mensyaratkan pembangunan (fisik), maka, dibutuhkan bahan-bahan materil, berupa Pasir, Batu, dan lain-lain.

Tanpa berpikir panjang warga mulai mexploitasi alam kadatua, Pasir dikeruk batu-batu diambil ditebing-tebing untuk keperluan bahan bangunan, hal ini juga berdampak pada peningkatan perekonimian warga, maka secara spontan perilaku masyarakat berupa yang dulunya aktivitas penyedotan pasir dipesisir laut kadatua ini tidak pernah dilakukan sekarang begitu masifnya, dan bahkan dijadikan mata pencaharian baru. Pemerintah juga seolah melakukan pembiaran.

Sunggu ironis!!!!

Realita hari ini aktivitas penambangan pasir tersebut kian mulai berdampak negatif, pesisir pulau Kadatua mulai hancur, pasir putih di pantai berkurang, dan jika air laut pasang atau musim barat, gelombang laut sudah mulai mendekati dan bahkan menghepaskan sebagian rumah-rumah warga.

Untuk mengatasi itu pemerintah mulai membangun talud (pemecah ombak) tapi aktivitas penyedotan masih terjadi, seolah ada pembiaran. Ini gila, ditangkal dengan Talud tapi peneyedotan pasir terus terjadi, analoginya mungkin seperti mengisi air di dalam keranjang. Hahahaha....

(Kondisi pesisir pantai Kapoa, yang sudah terkikis)

Mengutip harian Buton Pos yang berjudul "Pemkab Busel Lemah Mengawasi Penambang Pasir Ilegal" statetment yang disampaikan oleh kepala DLH terkait larangan itu sebatas lisan masyarakat tidak mengindahkan, begitupun Kasat Pol PP Busel tidak bisa bertindak karena belum ada payung hukum yang mengatur tentang izin penambangan.

Jika terus menerus seperi lalu Bagaimana??? apakah harus menungggu Pulau-Pulau di Busel ini tenggelam baru pemangku kepentingan sadar???

Saya berharap ini menjadi perhatian serius!!! Kasian Buselku!!!

0 Comments:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung di blog ini, berkomentarlah dengan bijak, baik dan tidak spam.