Pilkades di KAPOA tuh menarik untuk ditelaah karena selisih tipis, kalau disengketakan ini mempengaruhi suara.

Jadi kalau mau gugat. Cari dulu kasusnya. Dimana GAP antara REGULASI dan IMPLEMENTASI.

Pelajari semua pelaksanaannya mulai dari proses pendaftaran, penetapan calon, DPT, dll.. dan tentunya harus mengacu pada regulasi, jika ada GAP berarti itu temuan. Bisa digugat. 

Maka pihak tergugat disini adalah PANITIA sedangkan penggugat adalah Tim yg merasa dirugikan. Disitu nanti pihak panitia, dan para Calon akan dimintai keterangannya, lalu bola panasnya akan dilempar ke BUPATI. Terserah nanti apa putusannya. Hanya beliau dan bapak diatas yang tau.

Cuman ini memiliki dua konsekuensi, pertama, bagi masyarakat yang memahami proses demokrasi, ini pelajaran penting & berharga serta mencerdaskan karena adu bukti, argumen & tafsir atas regulasi & implementasi, kedua, bagi warga yang kurang memahami mekanisme seperti itu, siapa-siap saja di CAP NEGATIF, tidak legowo, ambisi dan lain-lain. 

Dan kalau tidak mau ada sengketa, serta mau menerima hasil pilkades dengan lapangdada ini luar biasa. saya angkat topi dan satu kata KEREN.

Gimana kabar kalian semua dikampung yang baru saja memilih?
Kami harap ketika kalian membaca surat ini dalam suasana penuh kegembiraan dan sehat wal'afiat.

***

Jujur waktu mendengar kabar bahwa tahun ini dibeberapa Desa akan melaksanakan pilkades, perasaan kami bahagia bercampur cemas, bahagia karena akan ada sirkulasi kepemimpinan di Desa melalui pesta demokrasi, para calon ditantang kembali, yang petahana akan diuji kinerjanya dan penantang akan diuji tawaran programnya lalu warga akan menentukan pilihannya dimana yang terbaik diantara yang baik.

Kemudian cemas karena takut akan terjadi polarisasi (keterbelahan) di tengah warga, mengingat pilkades tahun ini jaraknya sangat dekat dengan Pileg yang dilaksanakan bulan april lalu.

Sebagian dari kami perantau memilih pulang, ada yang jadi timses dan pendukung, ada juga yang hanya sekedar  pulang lebaran untuk bertemu keluarga sekaligus melihat situasi, yang kebetulan jarak waktu antara lebaran dan pilkades hanya berselang 21 hari. 

Kami yang tidak sempat pulang dan memilih bertahan dirantau mengikuti terus tahapan dan perkembangan jalannya pilkades serentak dikampung, membaca informasi yang dipublikasi dimedia online atau posrtingan teman-teman di media sosial, maupun menelpon langsung disana untuk sekedar menanyakan kabar.

Hingga hari pencoblosan tiba Tanggal 24 Juni kemarin, kami terus memonitor, HP terus kami genggam ditangan, menunggu informasi yang terjadi disana, sebelumnya saat pagi hari itu kami mendengar kabar bahwa pilkades akan di kawal dan dijaga ketat oleh pihak kepolisian dari Polresta Baubau dan Polres Buton, perasaan kami saat itu sedikit legah, berharap tidak akan terjadi apa-apa.

Dan saat jam 3 sore informasi hasil penghitunganpun datang, keluarlah nama-nama Kades terpilih, dan alhamdulilah berjalan lancar dan damai. kamipun dirantau bersyukur.
Sungguh luar biasa.......!!!

***

Setelah berjalan damai dan lancar itu, Lalu muncul pertanyaan, apakah Pilkades selesai maka selesai juga perbedaan?

Jika berkaca dari yang lalu-lalu, pasca pilkades biasanya masih menyisahkan luka dan kekesalan bagi sebagian warga, khususnya bagi mereka yang dukungannya kalah dan tidak mau menerima ataupun bagi mereka yang menang dan merasa jumawa (sombong), hingga berujung pada kerenggangan antar keluarga  dan tidak mau bertegur sapa.

Apakah hal seperti itu yang diinginkan? tentu tidak donk.

Pilkades hanya ajang 6 tahunan, dan ini sudah sering dilaksanakan dikampung, harusnya kita semua belajar, bahwa politik itu hanya alat untuk mencapai suatu tujuan, sebagaimana pisau yang pada dasarnya netral. tergantung siapa pengguna alatnya, bisa jahat, bisa baik. Jahat dalam artian menghalalkan segala cara dan menyimpan dendam, baik kalau digunakan  dengan santun, waras dan akal sehat.

Lalu dititik manakah warga kita dalam berpolitik sudah mapankah hidup berdemokrasi? Entah, Tergantung masing-masing individu.

Tapi harusnya kita memilih opsi kedua, politik secara santun, mengedepankan logika dan akan sehat serta menerima semua konsekuensi yang ada. apapun hasilnya, hingga nantinya tercpai kemapanan dalam berdemokrasi.

Kalah secara kuantitatif elektoral bukan berarti kalah total, ia bisa dikonversi menjadi kekuatan kualitatif, mengawal, menawarkan ide  serta kritis. Dan bagi pihak yang menang seyogyanya siap mendengarkan masukan, agar terjadi keseimbangan, agar pemerintahan berikutnya terus berjalan diatas rel yang benar.

Begitulah harapannya.

Sekian surat kegelisahan ini,
Peluk, Cium dan Rindu dari Kami yang jauh dirantau buat kalian semua disana.
SALAM HANGAT DAN SALAM PERSAUDARAAN
Menyantap sarapan pagi sembari membuka facebook untuk mengecek timeline dan notifikasi, muncul postingan FB diberanda saya Tasrifin Tahara tokoh akademisi asal buton yang juga berprofesi sebagai dosen Antropologi Unhas. dalam postinganya itu tertera Foto sertifikat berupa penghargaan yang diberikan kepada "La Ode Malim" oleh Perkerabatan Masyarakat Kepulauan Buton (Perekat Kepton) di Kendari,  yang ditandatangi pelindung lembaga tersebut yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur Sultra, Ali Mazi.

(Sertfikat Penghargaan)

Tokoh dalam sertifikat ini memang tidak asing bagi kalangan mahasiswa di Sulawesi Tenggara (sultra), khususnya di Kota Kendari dan Baubau, namanya selalu muncul jika ada kegiatan mentoring (Mata kuliah pendidikan agama islam) di Masjid kampus ataupun Wisuda, namanya diabadikan sebagai nama Masjid di Uneversitas Halu Oleo (UHO) dan Gedung/Baruga di Universitas Dayanu Ikshanuddin (Unidayan).

Saya yang pernah berkuliah di UHO, sempat penasaran tentang tokoh ini, singkat cerita waktu jadi maba dulu dibagikan buku panduan pedoman pembelajaran, dalam buku pedoman tersebut ada bab yang membahas tentang sejarah singkat berdirinya UHO, disitu terpampang nama beliau, bahwa ia merupakan salah satu peendiri kampus dan juga sekaligus sebagai rektor pertama UNHOL (nama lama dari UHO sebelum berubah) disitulah pertama kali saya mengenal tokoh ini. Dan lebih mencengangkan dan bikin bangga beliau juga ternyata putra Asli Buton. Dalam hati waktu itu saya berkata "Luar biasa kontribusi orang terhadap dunia pendidikan di Sultra, keren"

Tak hanya itu beliau juga sebagai penulis buku, salah satu karya bukunya yang terkenal adalah "Membara di Api Tuhan" buku yang mengulas tafsir sastra "Kabanti Bula Malino" karangan Sultan Buton ke 29, Muhamad Idrus Kaimudin. Buku (Membara di Api Tuhan) ini sangat familiar kususnya dikalangan akademisi dan pecinta sastra di Sultra. Salah satu peneliti dan juga blogger Yusran Darmawan yang pernah berkuliah di negeri Paman Sam, pernah memosting diblognya, bahwa buku ini dijadikan koleksi di Perpustakaan Ohio, AS.


(Buku Membara di Api Tuhan , download DISINI)

Luar biasa kisah perjalanan tokoh ini, sebagian hidupnya dihabiskan dalam petualangan dijalan pendidikan dan literasi. Sungguh menginspirasi. Bagi kita generasi muda sultra yeng sedang atau ingin  fokus menggeluti dunia literasi, tokoh yang satu ini patut diteladani, dan dijadikan motivasi.
Bermula dari rasa penasaran saya akan komunitas Buton diperantauan, maka tadi iseng buka Aplikasi Google Maps mencari peta Kampung Buton di Jayapura, ternyata saat mengetikan buton di kolom pencarian muncul nama-nama Jalan Buton di banyak Kota, saya coba buka salah satunya, Jl. Pulau Buton di Kota Denpasar Bali, kemudian muncul gambar (google street), saya klik  terpampang jelas, saya arahkan garis biru yang membentang itu di ujung jalan, pengen lihat plang nama jalannya, eh benar ada.

(Jl. Buton di Kota Denpasar, Bali)

Saya screenshoot lalu saya bagikan di Grup "Komunitas Peduli Benteng Keraton Buton" ternyata banyak menuai tanggapan positif, katanya luar biasa, Pulau kecil Buton bisa juga dijadikan nama jalan. Saya juga berpikir hal yang sama, pulau yang jarang disebut-sebut di TV ini, ternyata masuk dalam jejeran nama-nama jalan di Indonesia.

Di Bali sendiri misalnya selain di Kota Denpasar, jalan Buton juga ada di dua Kabupaten yakni di Jembrana dan Buleleng, kemudian di Jawa Timur, kalau sesuai Maps yang saya lihat ada di Kota Malang, Madiun dan Blitar dan di banyak daerah lainnya, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat.

Wahhh luar biasa, meskipun hanya tertera dalam nama jalan, tapi ada kebanggaan tersendiri, jadi inspirasi khsusunya bagi anak buton, bahwasannya tidak perlu berkecil hati dan malu mengaku sebagai orang Buton. Potensi daerah, kekayaan budaya, dan nama besar Buton ternyata tetap eksis. Keren...

Entahlah, sampai hari ini saya masih bingung hobi saya apa?
Membaca buku cepat bosen, suka baca itupun hanya sub yang menarik saja, tidak semua isi buku, olahraga males, musik, traveling juga sama bosan dan malas.

Hingga suatu hari, waktu mengikuti training MHMMD zaman kuliah S1 dulu sempat disuruh oleh trainer untuk mengisi kolom hobby di biodata. malah saya tanya ke teman yang kebetulan duduk disamping.

Apa yang harus diisi nih? tanyaku ia bertanya kembali, kesukaanmu apa? isi dengan itu!

Malah tambah bingung, apa ya, kayaknya tidak ada yang saya sukai, semua membosankan, 
eh tunggu dulu kayakya ada,suka tidur sore, jawabku. Teman saya tertawa lalu memukul pundak saya parah.....parah..... masa mau isi dengan itu, wkwkwkkwkwkwkkwkw

Asli memang urusan hobi nih benar-benar membingungkan, lalu teman saya kembali bertanya, kampungmu dimana, apa yang ada disana? saya jawab: Di Buton Selatan, tepatnya di pulau kadatua. dan ia menyarankan isi aja kolom hobi dibiodata dengan "berenang". Tanpa berpikir dan menanggapinya lagi, langsung saya tulis, meskipun berenang tidak terlalu saya sukai padahal saya anak pulau.

Begitulah sekelumit uneg-uneg saya dalam kebimbangan mencari kegemaran.

***

Nah semenjak mengenal dunia perbloggeran dan membaca tulisan para blogger seperti Yusran Darwaman, Agus Mulyadi (GusMul), saya tertarik dan terispirasi untuk mencoba merambah ke dunia mereka.

Tulisan mereka begitu ringan, meskipun kadang membahas hal-hal yang berat seperti politik ekonomi. seperti  tulisan GusMul misalnya bahasanya asli lucu dan bikin ketawa, tapi berisi dan satire. pembaca gampang menangkap maksudnya. begitupun juga dengan yusran darmawan diantara banyak tulisan di blognya selalu diselipkan kisah-kisah menarik seperti tulisan yang berjudul "Perempuan Vietnam di Sudut Malam" ia bercerita, bermula dari ajakan kawannya untuk minum kopi dikawasan mangga besar kemudian ia berjumpa dengan perempuan yang berprofesi sebagai PSK lalu menjadi sebuah tulisan yang kaya informasi sejarah.

Wah keren.... sayapun mencobanya, awal-awal memang kadang menemui jalan buntu, baru satu paragraf sudah stag, bingung, belum lagi pikiran yang menghatui, jangan sampai salah atau tulisan tidak ada pembacanya.

Ketika seperti itu saya baca lagi tulisan mereka dan sesekali membaca bukunya Hernowo Hasim, disitu saya seolah dicas kembali, bahwa jangan takut, setiap tulisan pasti ada pembacanya minimal diri sendiri dan menulis adalah membuang beban, apapun yang terlintas tuangkan.

Ya memang benar ketika memecahkan kebuntuan untuk mengalirkan tulisan, seolah perasaan ini legah, seperti selamat dari kejaran harimau. *hehehhe... Menantang, dan sayapun menikmati dan suka. Nampaknya dunia menulis ini mengasikkan.

Apakah ini yang dinamakan hobi?
Entah, saya akan coba terus dan asah.



Dua hari kedepan tanggal 24 Juni 2019 warga di beberapa desa di Kadatua yg mengikuti perhelatan pesta demokrasi pilkades serentak memasuki tahapan yang paling penting yakni pemungutan suara.

Maka hari ini dan besok adalah masa tenang, atribut APK, spanduk, stiker, dan baliho Calon Kades semua dicopot, tidak ada lagi kampanye.

Dan bagi Warga masyarakat masa tenang ini merupakan waktu untuk merenungkan dan menentukan siapa yang akan dipilihnya pada Hari "H" pencoblosan nanti.

Tapi tidak menutup kemungkinan, masa tenang ini dicederai oleh kampanye terselubung, dimana pengalaman pilkades sebelumnya, diwaktu-waktu seperti ini genjar "serangan fajar (money politic)".

Jika demikian adanya, lalu muncul pertanyaan, dari mana asa usul uang trsebut? Kenapa berani melanggar norma dgn melalukan praktik gelap seperti itu? Apakah setelah jadi, fokus kerja untuk memajukan desa atau sebaliknya.? Dan apakah benar-benar siap meninggalkan pekerjaan sebelumnya untuk setia dalam pengabdian melayani masyarakat?

Jawabannya relatif, trgantung siapa dan apa kepentingannya. Tapi bagi saya jika dalam pertarungan politik masih melakukan praktik gelap seperti itu, adalah pembodohan, bulsyittttt!!! Pilkades hanya hanya jadi seremonial tanpa esensi, dan hura-hura belaka.

Olehnya kita sebagai warga turut serta terlibat mengawasi, jangan lagi momentum pilkades dicederai dengan hal-hal demikian, cukup sudah! Uang Rakyat yang dikucurkan di Desa mencapai milyaran, sayang kalau dikelola oleh orang-orang bermental korup seperti itu.

Maka akhir kata saya ucapkan SELAMAT BERDEMOKRASI semoga menghasilkan pemimpin yang bersih dan amanah. Amin...
Setiap hari menunya lalapan ayam, atau nasi goreng, dan sesekali soto ayam, sangat jarang makan ikan, makan ikan itupun ikan tawar, kurang srek dilidah dan tidak biasa, apalagi seperti saya yang lahir dan besar di pulau tentu ikan laut segar yang sudah srek & menjadi makanan pokok sehari-hari.

Rindu juga kepengen ikan laut segar, ada yang jual tapi harganya tidak bersahabat dengan dompet  hehehhe.... Maka untuk melepas dahaga akan kerinduan makan ikan laut, seperti yang saya ceritakan kemarin (Baca: potingan sebelumnya) saya pergi ambil kiriman ikan dari kampung. Ya Ikan asin.

Meskipun sudah kering dan tidak segar, tapi paling tidak bisa mencicipiya, itung-itung merefresh lidah yang sudah lama di gerogoti lalapan dan pecel. hehehehe....  

Dan menu makan malampun ikan asin, sempat bingung tadi masaknya gimana, untung ada usulan teman kost katanya digoreng campur sambal tomat, maka aksi masak-masakpun dilakukan, dan setelah masak lalu di hajarrrrrrrrrrrrr..... maksudnya disantap. hehehhehe Mantap. luar biasa.

(Penampakan ikan asin setelah dogoreng dan sebelum dicampur sambal)

(Penampakan ikan asin setelah dicampyr sambal))


Hampir tiap bulan saya berkunjung ke Kota ini, entah pergi karena ingin bertemu keluarga yang kebetlan datang belanja atau sekedar jalan-jalan.

Kemarin malam adik saya tiba di Surabaya, setelah kurang lebih dua hari berangkat dari Kampung Halaman dengan menggunakan kapal laut, sebelum tiba saya dihubungi bahwa ada kiriman dari kampung, katanya ada kue dan ikan asin.

(saya di dalam kereta)

Maka sayapun meluncur menggunakan kereta api. Nah ngomong-ngomong soal kereta, ada sedikit yang berbeda yaitu cara pemesannya, kenapa? sebelumnya kalau saya menggunakan jasa transporatasi ini, saya harus boking tiket dulu, bookingpun masih manual, harus antri diloket, malah pernah saya ngantri tiket tuh 3 jam, alhasil tiketnya habis, mau marah tapi ya,,, begitulah.... 

Nanti baca berita di media awal mei lalu baru tau bahwa Tiket KAI lokal bisa dipesan online, maka kemarin saya coba bereksperimen sendiri, lihat semua tutorial dan arikel di Google terkait penjelan cara pesan tiket KAI via online, ternyata simpel cukup download aplikasinya dan top up LinkAja untuk pembayarannya lalu pesan, setelah itu tertera E-Tiketnya disertai Barcode yang dipakai pada saat chek in di stasiun. Inovasi yang luar yang dilakukan oleh PT KAI, saluteeeee.....

(Penampakan E-tiket kereta)

Lanjut cerita soal perjalanan ke surabaya, saya berangkat dari Kost ke Stasiun Malang sejam sebelum keberangkatan, suasana stasiun masih sepi, hanya beberapa orang penumpang dan loper koran. kepagian sekali ternyata uda kayak anak sekolah aja mau ikut upacara senin hehehehe..... sembari menunggu kereta berangkat, saya pun membunuh waktu dengan sarapan, beli roti dan minuman yang jual dekat stasiun, lalu sebats (Baca: sebatang).

(Suasana Stasiun Malang Pagi Hari)

Dan waktu menunjukkan pukul 7 kurang,  sayapun masuk chekin dan langsung ke tempat duduk, singkat cerita setelah kurang lebih 3 jam dalam kereta kemudian transit dari stasiun ke stasiun, tibalah saya di Stasiun akhir, stasiun Surabaya Kota, atau lebih familiar disebut stasiun semut, mungkin karena lokasinya berada di jalan semut.

(Stasiun singosari salah satu tempat transit Kereta Lokal Blitar-Malang-Surabaya)

Distasiun Semut ini ada sedikit yang membikin saya penasaran, yaitu dua sosok pengamen tua, yang satu bapak-bapak ia sebagai pemain gitar dan yang satunya ibu-ibu sebagai penyanyi. Setiap saya ke surabaya menggunakan kereta dan turun distaiun ini atau ke Malang dan naik dari stasiun ini, pasti selalu saya temui, mereka mengamen mengunakan sound, dan tempatnyapun didalam stasiun, lokasinya pas diruang tunggu penumpang, jadi sebelum penumpang berangkat dihibur dulu oleh mereka.

Saya ingin tau cerita mereka, kenapa bisa ngamen disitu? sudah berapa lama? dll... tapi selalunya ndak sempat, kadang kalau mereka lagi istirahat tapi sayanya yang buru-buru pergi dan kadang saya punya waktu tapi mereka sementara nyanyi. Mudah-mudahan lain waktu saya bisa berkesampatan bercerita dengan mereka, dan menuliskannya diblog ini.

(Dua sosok pengamen tua di Stasiun Semut Surabaya)

"Brrrrr...Brrrr.... Dingin sekali rasanya, meski sudah memakai selimut masih tembus hingga tulang-belulang. brrrrr...brrrrr,...."

Begitulah persaan yang saya alami sekarang. Bingung mau ngapain, maka terbesit dipikiran untuk menuliskannya di blog ini.

Memasuki pertengahan juni atau awal juli seperti biasa suhu di Kota Malang kian turun yang sebelumnya (bukan dibulan tersebut) kalau malam hari berkisar di angka 24 derajat, tapi malam ini tampilan suhu di HP saya mencapai 18 derajat, oleh BMKG Karangploso sebagaimana diberitakan di media menyebut bahwa ini pertanda memasuki musim kemarau. dan diperkirakan akan berlangsung hingga bulan agustus.

(Tampilan Suhu di Hp saya)

Kota ini memang selain terkenal dengan Kota Tujuan Pendidikan dan Wisata juga dikenal sebagai Kota dingin, karena lokasinya terletak didataran tinggi dan dikelilingi banyak gunung.

Udaranya memang sangat sejuk, tapi dikala memasuki bulan juni-juli, kesejukkan berubah menjadi gigil, apalagi diwaktu malam hari, sampai-sampai warga dan kalangan mahasiswa musim dingin ini dijuluki sebagai musim maba. Karena setiap memasuki tahun ajaran baru (penerimaan Maba) bertepan dengan turunnya suhu, maba dijemput dengan dingin. Menjadi kesan tersendiri bagi mahasiswa Kota Malang, bahwa ketika Malang berubah suhu, berarti siap-siap Kota ini akan kedatangan Maba.


Tadi barusan belajar tutorial cara mengubah dan mengganti template, meskipun agar ribet tapi lumayan pahamlah, hasilnyapun gak jelek-jelek amat, warna yang saya pilih hitam putih cukup baguslah, hehehe....

Tapi satu hal yang membikin saya bingung dan menguras otak yakni cara mentautkan postingan dengan menu agar saya dan pembaca blog ini mudah melihat postingan tinggal memilih menu apa yang ingin dibaca, saya ulang-ulang cari dan berksperimen, dan alhamdulilah ternyata ketemu juga. Nah template yang baru saya buat ini saya bagi menjadi lima klasifikasi menu yaitu: (1) Cerita Keseharian, (2) Fotografi, (3) Jalan-Jalan, (4) Perspektif BungYus, dan (5) Review Buku

Khusus untuk menu Fotografi saya akan masukan hasil jepretan saya (gambar dan video), temanya bisa apa saja yang penting buat saya itu menarik. Kebetulan ini perdana dengan tempale baru, jadi postingan kali ini cukup foto saja, foto ini saya ambil kemarin sore, pas lagi tambal ban di dekat kost, tepatnya dibengkel dengan jembatan dieng. berikut fotonya: 



Mudik kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana saat itu kenaikan tiket pesawat cendrung normal, tapi tahun ini luar biasa signifikan, berita yang viral kemarin screenshot dari platform aplikasi tiket online memperlihatkan harga tiket pesat puluhan juta dari Medan menuju Bandung. Saya coba cek juga dari Surabaya ke Baubau dulu normalnya satu juta lebih, sekarang tembun dua juta. Ngeriiiiiiiiii!!!!

Lalu apakah dengan harga tiket segitu warga enggan mudik?
Saya rasa tidak juga, meskipun harganya luaarrr biasa mahal seperti itu  tak menyurutkan semangat warga untuk pulang, banyak transportasi alternatif, laut dan darat. Hal inipun mendongkrak ekonomi yang berprofesi sebagai supir mobil, ojek maupun yang bawa kapal-kapal laut menyebrangi laut untuk memuat penumpang.

Mudik juga bukan hanya kembalinya badan tapi uang juga, banyak warga diperantauan membawa uang banyak, mereka akan membelanjakan uangnya dikampung halamannya belanja ayam, atau keperluan lebaran, baju, atau apalah,, lagi-lagi ekonomi dikampung tumbuh.

Luar biasa, mudik bukan sekedar nostalgia, tapi menggerakan ekonomi kampung halaman.
Setelah kurang lebih 2 Bulan hidup tanpa gawai, akhirnya 31 Mei kemarin saya beli Hp baru.

Selain rusak karena terendam air, HP saya yang lama dulu memang spesikasi buruk sekali, ram hanya 1 GB, susah akses file PDF sangat lemot, kadang bikin jengkel padahal banyak informasi ataupun artikel yang pengen dibuka--Yang normal hanya media sosial.

Tapi ya meskipun dengan kondisi seperti itu pada akhirnya terbiasa juga, dan saya nikmati, nikmati karena tidak pilihan lain, akibat salah beli, tanpa melihat dan membaca review dulu tentang spesifikasi HP yang ingin dibeli sebelumya. Tapi okelah itu pelajarn penting.

Maka kemarin sebelum ke konter, saya baca semua review hp, apa kira-kira yang tepat dan sesuai dengan kondisi keuangan. dan pilihan saya jatuh ke HP merk SAMSUNG GALAXY A20, spesifikasi lumayan bagus Ram 3 GB Rom 32 GB, saya tes download File PDF dan buka, alhamdulilah lancar jaya.

Penampakan HP Baru

Untuk itu dengan adanya HP baru ini, muda-mudahan bisa membentuk lagi pola hidup baru yang produktif, memanfaatkannya dengan hal-hal positif, selain keperluan komunikas via jejaring sosial, juga mengakses informasi sesuai dengan minat dalam hal ini mengisi otak dengan baca-bacaan bagus. Semoga.