Gimana kabar kalian semua dikampung yang baru saja memilih?
Kami harap ketika kalian membaca surat ini dalam suasana penuh kegembiraan dan sehat wal'afiat.
***
Jujur waktu mendengar kabar bahwa tahun ini dibeberapa Desa akan melaksanakan pilkades, perasaan kami bahagia bercampur cemas, bahagia karena akan ada sirkulasi kepemimpinan di Desa melalui pesta demokrasi, para calon ditantang kembali, yang petahana akan diuji kinerjanya dan penantang akan diuji tawaran programnya lalu warga akan menentukan pilihannya dimana yang terbaik diantara yang baik.
Kemudian cemas karena takut akan terjadi polarisasi (keterbelahan) di tengah warga, mengingat pilkades tahun ini jaraknya sangat dekat dengan Pileg yang dilaksanakan bulan april lalu.
Sebagian dari kami perantau memilih pulang, ada yang jadi timses dan pendukung, ada juga yang hanya sekedar pulang lebaran untuk bertemu keluarga sekaligus melihat situasi, yang kebetulan jarak waktu antara lebaran dan pilkades hanya berselang 21 hari.
Kami yang tidak sempat pulang dan memilih bertahan dirantau mengikuti terus tahapan dan perkembangan jalannya pilkades serentak dikampung, membaca informasi yang dipublikasi dimedia online atau posrtingan teman-teman di media sosial, maupun menelpon langsung disana untuk sekedar menanyakan kabar.
Hingga hari pencoblosan tiba Tanggal 24 Juni kemarin, kami terus memonitor, HP terus kami genggam ditangan, menunggu informasi yang terjadi disana, sebelumnya saat pagi hari itu kami mendengar kabar bahwa pilkades akan di kawal dan dijaga ketat oleh pihak kepolisian dari
Polresta Baubau dan Polres Buton, perasaan kami saat itu sedikit legah, berharap tidak akan terjadi apa-apa.
Dan saat jam 3 sore informasi hasil penghitunganpun datang, keluarlah nama-nama Kades terpilih, dan alhamdulilah berjalan lancar dan damai. kamipun dirantau bersyukur.
Sungguh luar biasa.......!!!
***
Setelah berjalan damai dan lancar itu, Lalu muncul pertanyaan, apakah Pilkades selesai maka selesai juga perbedaan?
Jika berkaca dari yang lalu-lalu, pasca pilkades biasanya masih menyisahkan luka dan kekesalan bagi sebagian warga, khususnya bagi mereka yang dukungannya kalah dan tidak mau menerima ataupun bagi mereka yang menang dan merasa jumawa (sombong), hingga berujung pada kerenggangan antar keluarga dan tidak mau bertegur sapa.
Apakah hal seperti itu yang diinginkan? tentu tidak donk.
Pilkades hanya ajang 6 tahunan, dan ini sudah sering dilaksanakan dikampung, harusnya kita semua belajar, bahwa politik itu hanya alat untuk mencapai suatu tujuan, sebagaimana pisau yang pada dasarnya netral. tergantung siapa pengguna alatnya, bisa jahat, bisa baik. Jahat dalam artian menghalalkan segala cara dan menyimpan dendam, baik kalau digunakan dengan santun, waras dan akal sehat.
Lalu dititik manakah warga kita dalam berpolitik sudah mapankah hidup berdemokrasi? Entah, Tergantung masing-masing individu.
Tapi harusnya kita memilih opsi kedua, politik secara santun, mengedepankan logika dan akan sehat serta menerima semua konsekuensi yang ada. apapun hasilnya, hingga nantinya tercpai kemapanan dalam berdemokrasi.
Kalah secara kuantitatif elektoral bukan berarti kalah total, ia bisa dikonversi menjadi kekuatan kualitatif, mengawal, menawarkan ide serta kritis. Dan bagi pihak yang menang seyogyanya siap mendengarkan masukan, agar terjadi keseimbangan, agar pemerintahan berikutnya terus berjalan diatas rel yang benar.
Begitulah harapannya.
Sekian surat kegelisahan ini,
Peluk, Cium dan Rindu dari Kami yang jauh dirantau buat kalian semua disana.
SALAM HANGAT DAN SALAM PERSAUDARAAN