1.
PEMAHAMAN
IMPLEMENTASI
Saat ini pemerintah sedang menjadi
sorotan publik sehubungan dengan kebijakan publik. Alasan yang mengemuka
diantaranya kritik bahwa pemerintah terlihat tidak bekerja. Pegawai negeri
terlihat bekerja serampangan, inefisien, tidak memberikan pelayanan dan
kadang-kadang tidak mau melaksanakan perintah atasan. Fungsi pemerintah dalam
hal ini terlihat sangat lemah karena proses implementasi tidak berjalan dengan
baik. Tanpa adanya implementasi yang efektif keputusan yang dibuat oleh pembuat
kebijakan tidak dapat dilaksanakan dengan sukses.
Studi mengenai implementasi
kebijakan sangat penting bagi studi administrasi publik dan kebijakan publik.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan dari pembuatan kebijakan antara
membangun kebijakan seperti disetujuinya undang-undang oleh legislatif,
dikeluarkannya perintah eksekutif, penyerahan keputusan pengadilan, atau
pengumuman mengenai peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi orang-orang
yang terpengaruh akan kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan publik dapat
termasuk dalam beragam tindakan: mengeluarkan dan menjalankan perintah,
mengeluarkan pembayaran, membuat pinjaman, memberikan bantuan, menandatangani
kontrak, mengumpulkan data, menyebarkan informasi, menganalisa masalah,
menugaskan dan menyewa pekerja, menciptakan unit organisasi, mengajukan
alternatif, merencanakan masa depan, bernegosiasi dengan pihak swasta, bisnis,
komite legislatif, unit birokrasi, dan bahkan dengan negara lain.
Permasalahan
Implementasi
Karena rumitnya implementasi
kebijakan, kita tidak dapat mengharapkan ini dapat selesai dengan cara yang
rutin. Bahkan seorang presiden tidak dapat memastikan bahwa keputusan dan
perintahnya dilaksanakan dengan baik. . Hal ini dapat digambarkan dari
pernyataan “frustasi” Presiden Jimmy Carter:
“Sebelum saya menjadi presiden saya
menyadari dan saya telah diperingatkan bahwa berhubungan dengan birokrasi
federal merupakan salah satu masalah yang paling buruk yang harus saya hadapi.
Bahkan menjadi sangat buruk setelah saya mengantisipasinya”
Bahkan buruknya permasalahan
implementasi di pemerintahan juga dicatat oleh Richard Cheney,
Kepala staf Gedung Putih di masa
pemerintahan Presiden Gerald Ford:
“Sebelum memasuki Gedung Putih,
terdapat kecenderungan dari pihak luar bahwa betapa besarnya kuasa yang
dimiliki oleh mereka yang menduduki Gedung Putih. Tetapi kenyataannya, pada
saat anda telah masuk kedalamnya dan mencoba melakukan sesuatu, anda akan lebih
perduli kepada ketidakleluasaan yang dimiliki dibandingkan kekuasan yang anda miliki.
Anda menghabiskan waktu dengan mengatasi halangan untuk melakukan apa yang
ingin dilakukan presiden”. Bahkan buruknya permasalahan implementasi di
pemerintahan juga dicatat oleh Richard Cheney, Kepala staf Gedung Putih di masa
pemerintahan Presiden Gerald Ford:
“Sebelum memasuki Gedung Putih, terdapat kecenderungan dari pihak luar bahwa betapa besarnya kuasa yang dimiliki oleh mereka yang menduduki Gedung Putih. Tetapi kenyataannya, pada saat anda telah masuk kedalamnya dan mencoba melakukan sesuatu, anda akan lebih perduli kepada ketidakleluasaan yang dimiliki dibandingkan kekuasan yang anda miliki. Anda menghabiskan waktu dengan mengatasi halangan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan presiden”
“Sebelum memasuki Gedung Putih, terdapat kecenderungan dari pihak luar bahwa betapa besarnya kuasa yang dimiliki oleh mereka yang menduduki Gedung Putih. Tetapi kenyataannya, pada saat anda telah masuk kedalamnya dan mencoba melakukan sesuatu, anda akan lebih perduli kepada ketidakleluasaan yang dimiliki dibandingkan kekuasan yang anda miliki. Anda menghabiskan waktu dengan mengatasi halangan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan presiden”
Kurangnya
Perhatian terhadap Implementasi
Implementasi kebijakan merupakan
hal yang kurang mendapat perhatian dari para pejabat terpilih. Untuk sebagaian
besar masyarakat, menganggap bahwa fungsi pemerintah tidaklah tampak.
Ketertarikan pers dan warga masyarakat kepada pemerintah hanya apabila terjadi
skandal kontroversial di pemerintahan, seperti lolosnya kebijakan baru atau
fungsi seremonial. Masyarakat hanya perduli kepada kebijakan yang memiliki
pengaruh langsung kepada kehidupannya, seperti inflasi atau hak-hak sipil. Secara
ringkas, pejabat terpilih—mereka yang kita andalkan untuk bertanggungjawab
langsung atas pelaksanaan kebijakan publik—biasanya kurang memberikan perhatian
terhadap aspek penting dari pembuatan kebijakan. Oleh karena itu penting untuk
diperhatian oleh kita untuk memahami permasalahan potensial dalam implemenatsi.
Pembuat kebijakan harus peka untuk masalah ini, dan msayarakat harus memberikan
dorongan kepada mereka untuk memberikan lebih banyak waktunya kepada
masyarakat.
Pendekatan
Untuk Mempelajari Implementasi Kebijakan
Kebanyakan studi implementasi
berupa studi kasus yang beragam dan hal ini dibutuhkan untuk memperoleh
informasi lebih banyak. Studi kasus biasanya berdasarkan kepada satu kebijakan
atau satu aspek dari kebijakan. Studi kasus memberikan banyak detail mengenai
pembuatan kebijakan dan mempelajari dalam nuansa yang mungkin hilang dalam
perlakuan yang lebih luas. Akan tetapi pendekatan studi kasus untuk mempelajari
kebijakan publik masih terbatas. Pendekatan lain yang digunakan pada
implementasi kebijakan publik adalah fokus kepada pengaruh yang signifikan
dalam pembuatan kebijakan. Studi yang paling terkemuka mengenai hal ini oleh
Graham Allison dalam Pentingnya Keputusan. Dia menyajikan tiga model pembuatan
kebijakan: pelaku yang rasional, proses organisasional, dan model birokrasi
politik. Model kedua dan ketiga fokus kepada prosedur operasional standar (SOP)
dan berturut-turut birokrasi politik, dan memberikan kepekaan kepada kita atas
pentingnya tiga faktor ini dalam pembuatan kebijakan. Studi mendalam yang
dilakukan oleh Eugene Bardach menggunakan metafora “permainan” untuk
mempelajari implementasi. Bardach berpendapat bahwa kerangka permainan yang
dibangunnya menjelaskan pembuatan kebijakan dengan mengarahkan perhatian kepada
pemain (yaitu mereka yang terlibat dalam implementasi), pertaruhan mereka,
strategi dan taktik, sumberdaya, aturan main dan komunikasi, dan tingkat
ketidakpastian dari hasil yang mengelilinginya. Studi impelemntasi yang lain
disajikan oleh Donal Van Meter dan Carl Van Horn, dan yang terbaru oleh Paul
Sabatier dan Daniel Mazmanian. Para peneliti ini mengidentifikasi sejumlah
faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi implementasi dan
pendekatan faktor ini membantu kita pada jalur yang tepat.
Pendekatan
Kita dalam Mempelajari Implementasi
Pendekatan kita dalam mempelajari
implementasi kebijakan dimulai dengan gambaran dan pertanyaan: Apa persyaratan
bagi suskesnya implementasi kebijakan? Apa halangan utama untuk suksesnya
implementasi kebijakan. Untuk menjawab pertanyaan ini terdapat empat faktor
penting atau variabel dalam impelementasi kebijakan publik, yaitu: komunikasi,
sumberdaya, watak atau perilaku, dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi.
Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten.
Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten.
2. Sumberdaya
Tanpa
adanya sumberdaya, personal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan
akan bekerja tidak efektif, meskipun perintah telah diberikan secara jelas dan
konsisten, serta disebarkan secara tepat. Sumberdaya yang penting antara lain
staf yang cukup jumlah dan kemampuannya, informasi yang sesuai mengenai
bagaimana perintah dilaksanakan, kewenangan untuk memastikan bahwa kebijakan
dilaksanakan seperti yang diharapkan, dan fasilitas yang dapat memberikan
pelayanan seperti gedung, peralatan, lahan dan persediaan.
3. Watak
Jika
kebijakan ingin dilaksankan dengan efektif, pelaksana tidak hanya mengetahui
apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi
mereka juga harus memiliki hasrat untuk melaksanakannya.
4. Struktur
Birokrasi
Jika
sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan telah cukup dan pelaksana mengetahui
apa yang harus dilakukannya dan ingin melakukannya, implementasi masih dapat
dirintangi karena kekurangan struktur birokrasi. Pembagian organisasi dapat
menghalangi koordinasi yang penting bagi suksesnya pelaksanaan kebijakan yang
kompleks dan membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, dan pembagian ini juga
dapat membuang sumberdaya yang terbatas, menghambat perubahan, menciptakan
kebingungan, membawa kepada pekerjaan yang menyimpang dari tujuan, dan
menghasilkan terlupanya fungsi penting.
2.
KOMUNIKASI
Implementasi menurut Edwards,
diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara
tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output, outcome). Yang termasuk
aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan,
pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain.
Implementasi dapat juga diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus
mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang
buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan
tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.
Komunikasi sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif
terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan
dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan apabila
komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan dan peraturan
pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia
yang tepat. Komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi
implementasi kebijakan. Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan
mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang
cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik
pelaksanaan kebijakan. Apabila penyampaian tujuan dan sasaran
suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan
sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka
kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran
yang bersangkutan. Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal:
1. Transmisi
Sebelum
orang dapat menerapkan keputusan, mereka harus sadar bahwa keputusan dibuat
untuk menyelesaikan masalah. Salah satu dari banyak hambatan untuk transmisi
petunjuk pelaksanaan adalah tidak adanya kesepakatan antara pelaksana dengan
pembuat kebijakan. Ketidaksepakatan atas
kebijakan dapat menyebabkan distorsi komunikasi pelaksana dalam menerapkan
kebijakan. Penerimaan komunikasi dapat terhalang oleh pelaksana dan keengganan
untuk mengetahui tentang persyaratan kebijakan. Meskipun sebagian besar jalur
komunikasi di seluruh birokrasi telah sangat berkembang, hal ini tidak menjamin
komunikasi yang akan ditransmisikan dapat berhasil.
Adanya
desentralisasi pelaksanaan kebijakan publik, mengakibatkan semakin kecil
kemungkinan bahwa suatu kebijakan akan dikirimkan ke pelaksana utamanya secara
akurat. Desentralisasi biasanya berarti bahwa suatu keputusan harus
dikomunikasikan melalui beberapa tingkatan otoritas sebelum mencapai
orang-orang yang akan melaksanakannya. Jarak komunikasi antara sumber asli dan
pelaksana terlalu besar.
Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus
disalurkan pada pejabat yang akan melaksanakannya. Seringkali masalah transmisi
terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan (disposisi) tersebut
dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan menutup komunikasi yang diperlukan.
Masalah transmisi juga terjadi manakala kebijakan yang akan diimplementasikan
harus melalui struktur birokrasi yang berlapis atau karena tidak tersedianya
saluran komunikasi yang memadai (sumberdaya).
2. Kejelasan
Dimensi
ini menghendaki agar kebijakan yang ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup
dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka
mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari
kebijakan publik tersebut. Sehingga masing-masing akan mengetahui apa yang
harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut
secara efektif dan efisien. Kejelasan
tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan merupakan hal yang
mutlak agar dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun
hal tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan sebuah kebijakan
tidak dirumuskan secara jelas, yaitu sebagai
berikut:
a)
Kompleksitas pembuat
kebijakan
Kurangnya kejelasan
dalam implementasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Mungkin yang paling
penting adalah rumitnya pembuatan kebijakan, eksekutif maupun legislatif tidak
memiliki waktu atau keahlian untuk mengembangkan dan menerapkan semua rincian
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan. mereka harus meninggalkan
sebagian besar (dan kadang-kadang semua) detail pelaksanaannya pada bawahan.
b)
Oposisi publik
Adanya
oposisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut.
Keinginan untuk menghindari pengucilan kelompok-kelompok politik yang
berpengaruh di masyarakat dapat menyebabkan arahan impelementasi jelas. Di
"kejahatan tanpa korban" -kejahatan di mana tidak ada keluhan seperti
judi, prostitusi dan penggunaan obat ilegal- potensi kebijaksanaan kebijakan
dalam menangkap pelanggar lebih besar dari pada jenis kejahatan lainnya.
c)
Bersaingnya persetujuan
untuk tujuan dan kebutuhan.
Penyebab lain dari
ketidakjelasan dalam pelaksanaan arahan adalah kesulitan pengambil keputusan
harus mencapai konsensus pada tujuan.
d)
Ketidakpahaman program
baru
Masalah dalam memulai
sebuah program baru adalah menghasilkan kebingungan dalam petunjuk pelaksanaan.
Sering bagian sebuah kebijakan baru diiringi oleh periode ketidakpastian
administrasi di mana ada jeda waktu yang cukup sebelum informasi tentang
program ini disebarluaskan. Kebijakan
baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai masalah (tentang ini sering
dikatakan sebagai upaya untuk menghindar dari tanggung jawab)
e)
Menghindari
akuntabilitas
Kurangnya kejelasan
dalam undang-undang federal, kongres tidak menunggu undang-undang untuk menjadi
rinci.
f)
Dasar keputusan
pengadilan
Keputusan pengadilan
mungkin kabur karena kebutuhan untuk mencapai pendapat mayoritas.
3. Konsistensi
Perintah
pelaksanaan harus konsisten serta jelas apakah implementasi kebijakan adalah
untuk menjadi efektif. Mengirimkan instruksi yang jelas tetapi bertentangan
tidak akan membuat personel operasional lebih mudah untuk mempercepat
implementasi. Namun demikian, pelaksana yang dibebani dengan arahan yang
konsisten. Proses transmisi
yang baik namun dengan perintah yang tidak konsisten akan menyebabkan
membingungkan pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan
menjadi tidak konsisten, diantaranya karena
:
a)
Kompleksitas kebijakan
yang harus dilaksanakan
b)
Kesulitan yang akan
muncul, saat akan memulai implementasi program kebijakan baru
c)
Kebijakan
memiliki beragam tujuan dan sasaran atau
bertentangan dengan kebijakan yang lain
d)
Dipengaruhi berbagai kelompok kepentingan atas isu yang dibawa oleh
kebijakan tersebut
3.
SUMBER
DAYA
Sumber daya menjadi faktor penting
dalam implementasi kebijakan publik. Sumber daya yang penting ini termasuk
staff dengan kemampuan yang layak untuk mengemban tugasnya dan juga informasi,
kewenangan, dan fasilitas dibutuhkan untuk melaksanakan naskah kebijakan menjadi
fungsi pelayanan publik yang sesungguhnya.
Staff
Barangkali sumber yang paling
esensial dalam mengimplementasi kebijakan adalah staff, dimana suatu sumber
pokok dari kegagalan implementasi adalah kekurangan staff.
·
Kemampuan
Tidaklah cukup hanya dengan jumlah
sumber daya yang memadai untuk melaksanakan suatu kebijakan. Para implementor
harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menangani tugasnya. Karena,
pelatihan yang tidak layak kepada staff dapat menyebabkan masalah.
Pada saat pemerintah pusat mengimplementasikan
secara keseluruhan atau sebagian dari lembaga negara, kemampuan staff juga
merupakan sebuah masalah. Karena dalam implementasi kebijakan membutuhkan
manajemen sumber daya manusia yang memungkinkan pendistribusian sumber daya
manusia yang berkualitas. Kegagalan dalam manajemen sumber daya manusia adalah
masalah yang dimiliki negara dan daerah, karena sedikit staff yang menjalani
pelatihan secara professional, bahkan lebih sulit lagi untuk merekrut dan
menjaga kompetensi para administrator dengan gaji yang rendah, pekerjaan yang
kurang prestige, keamanan kerja dari posisi eksekutif.
Uang tidak selalu menjadi jawaban.
Bahkan dengan dana yang besar tidaklah mudah untuk menemukan staff yang
memiliki kemampuan yang mumpuni. Khususnya, pemerintah membutuhkan staff yang
memiliki kemampuan teknis yang baik akan mengalami kesulitan untuk merekrut
staff seperti ini karena mereka tentu akan memilih untuk bekerja di sektor
privat yang menawarkan pekerjaan yang fleksibel dan gaji yang menjanjikan.
Informasi
Informasi adalah sumber esensi
kedua dalam implementasi kebijakan publik. Informasi ini memiliki dua bentuk,
yang pertama adalah informasi yang berhubungan dengan bagaimana cara
melaksanakan suatu kebijakan. Para implementor perlu untuk mengetahui apa yang
dilakukan ketika diberikan arahan untuk melakukan sesuatu. Bentuk kedua adalah
data pada pemenuhan lainnya dengan aturan pemeritah dan regulasi. Implementor
harus mengetahui apakah pihak lain yang terlibat dalam mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan mematuhi peraturan.
·
Mengetahui apa yang
harus dilakukan
Arahan mengenai implementasi
terkadang samar karena para pembuat kebijakan tidak mengetahui apa yang
dibutuhkan oleh implementor. Pengetahuan yang tidak memadai ini adalah suatu
sumber yang menghalangi implementasi langsung sekaligus tidak langsung melalui
komunikasi. Ketidaktahuan mengenai bagaimana implementasi kebijakan memiliki
beberapa dampak langsung. Salah satunya, kekurangan informasi atau pengetahuan
tentang bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti
pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja
sehingga menimbulkan inefisiensi yang juga cenderung mencirikan implementasi
kebijakan tersebut. Beberapa usaha yang dilakukan mungkin mengalami kesalahan,
dan para implementor harus berusaha lebih baik lagi. Regulasi mungkin menjadi
tidak layak yang menyebabkan banyak perubahan sebagai proses dari implementasi,
dan secara tidak langsung implementor juga belajar mengenai apa yang perlu dilakukan
dan apa yang bisa dilakukan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan.
·
Mengontrol Kepatuhan
Implementasi kebijakan seringkali
memerlukan informasi perihal kepatuhan dari organisasi atau individu dengan
peraturan yang diterapkan. Dengan kata lain, implementasi kebijakan membutuhkan
kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.
Kewenangan
Sumber penting lainnya dalam
implementasi adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan,
kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang,
pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor
·
Menjalankan kewenangan
·
Orientasi pada
Pelayanan
Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan faktor
penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,
kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan
prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
4.
DISPOSISI
Pada bab sebelumnya kita telah melihat bahwa pelaksana harus sekarang apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya jika kebijakan yang akan diimplementasikan secara efektif. Dalam bab ini kita akan mengkaji faktor ketiga dengan konsekuensi penting untuk implementasi: disposisi pelaksana. Jika pelaksana baik dibuang ke arah kebijakan tertentu, mereka lebih mungkin untuk melaksanakannya sebagai pembuat keputusan aslinya dimaksudkan. Tapi ketika pelaksana sikap atau perspektif berbeda dari pengambil keputusan, proses pelaksanaan kebijakan menjadi jauh lebih rumit. Mereka yang menerapkan kebijakan dalam banyak cara yang independen dari atasan nominalnya yang berpartisipasi langsung dalam keputusan kebijakan asli. Sebagai berbagai program hibah dan pembagian pendapatan hasil dan sifat dari sistem peradilan kita, banyak kebijakan nasional dan negara pada akhirnya dilaksanakan oleh oficials atau hakim dari yurisdiksi lain. Ini memperbesar kemerdekaan pelaksana, dan kemandirian memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan kebijaksanaan mereka, seperti halnya kurangnya komunikasi yang jelas dan konsisten bahwa kita dianalisis dalam Bab 2.
Karena pelaksana umumnya memiliki
kebijaksanaan, sikap mereka terhadap kebijakan mungkin hambatan untuk
implementasi kebijakan yang efektif. Richard Nixon adalah menyadari hal ini
ketika ia dibalik keputusannya untuk meluncurkan sebuah rencana rahasia untuk
menghadapi pembangkang domestik kekerasan. Dia tahu bahwa jika dia memberi
Direktur FBI J. Edgard Hoover perintah langsung untuk membantu melaksanakan
kebijakan tersebut. Hoower akan melaksanakan perintah dalam bentuk. Presiden
juga tahu, bagaimanapun, bahwa direktur FBI akan memastikan bahwa ia telah
menyebabkan untuk membalikkan dirinya. Dengan demikian, kurangnya kerjasama
dari ditunjuk presiden langsung berarti bahwa keputusan presiden penting
sedikit.
Mengapa banyak birokrat melihat
kebijakan dari perspektif yang berbeda dari pengambil keputusan atas? Dalam bab
ini kita mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dan memeriksa banyak cara di
mana disposisi pelaksana, termasuk thoose di sektor swasta, pelaksanaan efek.
Kami juga mempertimbangkan alasan mengapa pejabat terbatas dalam kemampuan
mereka untuk reprace personil yang ada dengan staf yang lebih responsif terhadap
keinginan mereka. Dalam membahas masalah kepegawaian, kita memeriksa janji
eksekutif, layanan sipil dan sistem personil peradilan, dan metode atau
melewati pribadi. Pada bagian akhir kami menyelidiki pertanyaan dari mengubah
pelaksana disposisi melalui penggunaan insentif. Kami pertama kali menunjukkan
bagaimana insentif mempengaruhi perilaku pelaksana, maka kita meneliti potensi
dan keterbatasan memanipulasi reward.
Pengaruh Disposisi
Banyak kebijakan jatuh dalam zona
ketidakpedulian. Kebijakan ini mungkin akan dilaksanakan dengan setia karena
pelaksana tidak memiliki perasaan yang kuat tentang mereka. kebijakan lain,
bagaimanapun, akan berada dalam konflik langsung dengan pandangan kebijakan
atau kepentingan pribadi atau organisasi pelaksana. Ketika orang diminta untuk
menjalankan perintah yang mereka tidak setuju, selip tak terelakkan terjadi
antara keputusan kebijakan dan kinerja. Dalam kasus tersebut pelaksana akan
menerapkan kebijaksanaan mereka, kadang-kadang dengan cara yang halus, untuk
menghalangi pelaksanaan.
Sumber
Kepicikan
Meskipun hakim dan swasta warga
juga menerapkan kebijakan, pejabat di birokrasi publik adalah pelaksana yang
paling umum, dan penting bahwa kita memahami beberapa pengaruh tertentu pada
disposisi atau sikap mereka. instansi pemerintah memiliki kecenderungan
inbreeding. Perekrutan selektif staf baru membantu untuk mengembangkan sikap
homogen. Mereka tertarik untuk bekerja untuk instansi pemerintah cenderung
mendukung kebijakan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, apakah mereka berada
di bidang kesejahteraan sosial, pertanian, atau pertahanan nasional. Tentu,
lembaga lebih suka menyewa seperti hati orang. Semua ini menghasilkan
lingkungan yang relatif seragam di mana kebijakan berlangsung.
Lebih umum, birokrat melayani di
nasional, negara bagian, dan pemerintah daerah di Amerika Serikat cenderung
memiliki sikap lebih liberal mengenai masalah kebijakan yang paling tha
masyarakat umum dan sering daripada wakil-wakil mereka yang terpilih.
Selain dari perekrutan awal personil seperti hati, aspek-aspek lain dari kehidupan organisasi menumbuhkan pandangan sempit di antara birokrat. Semua tetapi pembuat kebijakan tingkat tinggi beberapa menghabiskan karir mereka dalam satu lembaga atau departemen. Karena orang ingin percaya pada apa yang mereka lakukan untuk hidup, asosiasi lama ini sangat mempengaruhi sikap birokrat. Misalnya, lembaga afiliasi adalah prediktor yang lebih baik dari sebagian besar sikap kebijakan PNS tingkat atas dari latar belakang pribadi mereka. Salah satu hasil dari cliquishness ini adalah bahwa komunikasi intraorganizational lulus terutama di kalangan orang yang berbagi frame serupa acuan dan yang kembali menegakkan kepicikan birokrasi oleh asosiasi mereka.
Terkait dengan layanan lama di suatu instansi adalah kisaran sempit tanggung jawab masing-masing lembaga. Pejabat di Departemen Pendidikan, misalnya, tidak berurusan dengan anggaran untuk seluruh pemerintah nasional, tetapi hanya dengan bagian yang pertaints untuk program-program mereka. Terserah orang lain untuk merekomendasikan kepada presiden dan Kongres apa yang terbaik untuk pertahanan nasional, kesehatan, atau perumahan. Dengan masing-masing unit birokrasi dengan fokus pada program-program sendiri, ada beberapa orang untuk melihat program-program ini dari perspektif yang lebih luas. Misalnya salah satu penulis menemukan bahwa responsibily untuk mengembangkan infrastruktur transportasi udara di negara itu adalah di tangan birokrat yang konsepsi perjalanan publik melalui udara dominan. Perspektif pejabat tersebut adalah sempit: trade-off yang terlibat dalam pelayanan udara ditingkatkan, seperti biaya yang lebih tinggi dan meningkatkan kerusakan lingkungan, yang ditanggung oleh seluruh masyarakat, yang mengabaikan oleh mereka. Pengaruh dari luar agen juga mendorong pandangan sempit di antara birokrat. Ketika kelompok-kelompok kepentingan dan kongres committess gilirannya. Sejak luar ini umumnya mendukung kebijakan birokrasi telah melaksanakan semua panjang (yang luar mungkin membantu memulai), apa yang mereka inginkan adalah "lebih sama".
Selain dari perekrutan awal personil seperti hati, aspek-aspek lain dari kehidupan organisasi menumbuhkan pandangan sempit di antara birokrat. Semua tetapi pembuat kebijakan tingkat tinggi beberapa menghabiskan karir mereka dalam satu lembaga atau departemen. Karena orang ingin percaya pada apa yang mereka lakukan untuk hidup, asosiasi lama ini sangat mempengaruhi sikap birokrat. Misalnya, lembaga afiliasi adalah prediktor yang lebih baik dari sebagian besar sikap kebijakan PNS tingkat atas dari latar belakang pribadi mereka. Salah satu hasil dari cliquishness ini adalah bahwa komunikasi intraorganizational lulus terutama di kalangan orang yang berbagi frame serupa acuan dan yang kembali menegakkan kepicikan birokrasi oleh asosiasi mereka.
Terkait dengan layanan lama di suatu instansi adalah kisaran sempit tanggung jawab masing-masing lembaga. Pejabat di Departemen Pendidikan, misalnya, tidak berurusan dengan anggaran untuk seluruh pemerintah nasional, tetapi hanya dengan bagian yang pertaints untuk program-program mereka. Terserah orang lain untuk merekomendasikan kepada presiden dan Kongres apa yang terbaik untuk pertahanan nasional, kesehatan, atau perumahan. Dengan masing-masing unit birokrasi dengan fokus pada program-program sendiri, ada beberapa orang untuk melihat program-program ini dari perspektif yang lebih luas. Misalnya salah satu penulis menemukan bahwa responsibily untuk mengembangkan infrastruktur transportasi udara di negara itu adalah di tangan birokrat yang konsepsi perjalanan publik melalui udara dominan. Perspektif pejabat tersebut adalah sempit: trade-off yang terlibat dalam pelayanan udara ditingkatkan, seperti biaya yang lebih tinggi dan meningkatkan kerusakan lingkungan, yang ditanggung oleh seluruh masyarakat, yang mengabaikan oleh mereka. Pengaruh dari luar agen juga mendorong pandangan sempit di antara birokrat. Ketika kelompok-kelompok kepentingan dan kongres committess gilirannya. Sejak luar ini umumnya mendukung kebijakan birokrasi telah melaksanakan semua panjang (yang luar mungkin membantu memulai), apa yang mereka inginkan adalah "lebih sama".
Kepegawaain
Birokrasi
Pelaksana disposisi menimbulkan
hambatan serius untuk implementantion kebijakan. Tetapi jika personil yang ada
tidak menerapkan kebijakan cara pejabat inginkan, mengapa mereka tidak diganti
dengan orang-orang yang lebih responsif terhadap pemimpin? Pada bagian ini kita
mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dengan mempertimbangkan pengangkatan
eksekutif, sistem pelayanan sipil, sistem tenaga juducial, dan metode melewati
personil yang ada.
Pengangkatan
Seorang presiden dan perancangnya presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk sekitar 2.600 pejabat penuh waktu di cabang eksekutif. Presiden sendiri memiliki kewenangan untuk menunjuk sekitar 650 orang. Jumlah ini termasuk staf Gedung Putih, antara 15 dan 20 individu di lembaga independen utama (seperti administrasi veteran dan administrasi aeronau dan ruang nasional) kepala beberapa instansi yang lebih rendah, dan komisaris dari badan pengatur independen (sebagai istilah mereka berakhir). Di seluruh cabang eksekutif dari pemerintah federal, ada sekitar lima juta employes. Jauh lebih sedikit dari satu persen diangkat oleh presiden dan perancangnya nya. Ini adalah kendala yang jelas pada kemampuan administrasi apapun untuk mengubah personel.
Setelah terpilih, presiden memiliki kurang dari tiga bulan untuk mencari tim baru untuk mengambil alih pemerintahan. Selain itu, ini harus dilakukan oleh presiden terpilih dan para pembantunya yang kelelahan dari panjang, kampanye pemilu sulit dan memiliki banyak tuntutan lain pada waktu mereka, seperti menyiapkan anggaran dan program legislatif. Anggota kabinet dan pejabat lainnya biasanya memiliki sedikit pemberitahuan terlebih dahulu seleksi mereka dan sibuk wraping up tanggung jawab mereka yang lain dan melakukan pekerjaan rumah mereka pada isu-isu yang relevan dengan posisi baru mereka sebelum sidang konfirmasi mereka. Dengan demikian, mereka juga sering resor untuk teknik merekrut serampangan ketika mereka membuat janji mereka.
Seorang presiden dan perancangnya presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk sekitar 2.600 pejabat penuh waktu di cabang eksekutif. Presiden sendiri memiliki kewenangan untuk menunjuk sekitar 650 orang. Jumlah ini termasuk staf Gedung Putih, antara 15 dan 20 individu di lembaga independen utama (seperti administrasi veteran dan administrasi aeronau dan ruang nasional) kepala beberapa instansi yang lebih rendah, dan komisaris dari badan pengatur independen (sebagai istilah mereka berakhir). Di seluruh cabang eksekutif dari pemerintah federal, ada sekitar lima juta employes. Jauh lebih sedikit dari satu persen diangkat oleh presiden dan perancangnya nya. Ini adalah kendala yang jelas pada kemampuan administrasi apapun untuk mengubah personel.
Setelah terpilih, presiden memiliki kurang dari tiga bulan untuk mencari tim baru untuk mengambil alih pemerintahan. Selain itu, ini harus dilakukan oleh presiden terpilih dan para pembantunya yang kelelahan dari panjang, kampanye pemilu sulit dan memiliki banyak tuntutan lain pada waktu mereka, seperti menyiapkan anggaran dan program legislatif. Anggota kabinet dan pejabat lainnya biasanya memiliki sedikit pemberitahuan terlebih dahulu seleksi mereka dan sibuk wraping up tanggung jawab mereka yang lain dan melakukan pekerjaan rumah mereka pada isu-isu yang relevan dengan posisi baru mereka sebelum sidang konfirmasi mereka. Dengan demikian, mereka juga sering resor untuk teknik merekrut serampangan ketika mereka membuat janji mereka.
Presiden juga terkendala politik di
penunjukan mereka. biasanya mereka merasa janji ini harus menunjukkan
keseimbangan geografi, ideoology etnis, jenis kelamin, dan menonjol
karakteristik demografi lainnya pada saat itu. Ribuan orang didesak pada
pemerintahan sendiri, anggota Kongres, orang ur di partai presiden. (Satu Nixon
ajudan menempatkan angka pada 500 per minggu). Beberapa dari orang-orang ini
memenuhi syarat untuk pekerjaan avaible, namun karena kebutuhan politik, lebih
dari beberapa diangkat. bantuan politik mungkin menyenangkan pendukung politik,
tetapi mereka tidak selalu memberikan dasar untuk administrasi suara. Selain
itu, janji tersebut dapat menyebabkan inkompatibilitas dengan presiden yang
mengarah ke pemecatan mahal politik.
Insentif
Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan
untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi
insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri,
maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan
para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu
mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan
perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan
pribadi atau organisasi.
5. STRUKTUR BIROKRASI
Pelaksana kebijakan mungkin
mengetahui apa yang harus dilakukan dsn memiliki sumber daya yang memadai,
namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut masih menghalangi proses
implementasi karena struktur organisasi yang dimiliki. Dua ciri utama dari
birokrasi adalah standard operating procedures (SOPs) dan pembagian tugas.
Standard
Operating Procedures (SOPs)
Standard Operating Procedures
(SOPs) adalah rutinitas yang memungkinkan pejabat publik untuk membuat
keputusan yang berurutan.
Pertimbangan menggunakan SOPs
SOPs meminimalisir waktu yang
digunakan, dimana SOPs seringkali dibutuhkan karena suatu masalah dari sumber
daya. Pemegang jabatan biasanya kekurangan staff yang memiliki kemampuan untuk
menganalisa masalah, maka dari itu mereka harus bisa membuat keputusan dengan
cepat dan membuat situasi yang ada menjadi lebih sederhana. Dengan berfokus
pada tugas fungsional masing-masing, birokrat akan dengan mudah beradaptasi
dengan SOPs.
Masalah dengan SOPs
SOPs menghemat waktu dengan
memungkinkan pejabat untuk menghindari membuat tindakan sepihak mengenai
situasi tertentu, namun meskipun dibuat untuk membuat implementasi kebijakan
menjadi lebih mudah (dalam teorinya) SOPs bisa menjadi rintangan dalam
tindakan. Jika suatu organisasi masih relatif baru atau ada perubahan dalam
jumlah staff, SOPs akan lebih mudah dilakukan karena mereka lebih fleksibel
jika dibandingkan dengan organisasi yang berusia lama.
Fragmentasi
Aspek
kedua dari struktur birokrasi yang akan kita perhatikan adalah fragmentasi.
fragmentasi adalah dispersi dari tanggung jawab untuk area kebijakan antara
beberapa unit organisasi. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu
kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi.
struktur birokrasi yang terfragmentasi (terpecah-pecah atau tersebar red.)
dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena kesempatan untuk instruksinya
terdistorsi sangat besar. Semakin terdistorsi dalam pelaksanaan kebijakan,
semakin membutuhkan koordinasi yang intensif”.
Fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi,
seperti komite-komite legislatif, kelompokkelompok kepentingan pejabat-pejabat
eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi
birokrasi pemerintah.
Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan
yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi
pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Edward
mengingatkan bahwa mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan
manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak
institusi untuk mencapai tujuannya.
Lebih banyak aktor dan lembaga yang terlibat dengan kebijakan tertentu
dan lebih saling tergantung keputusan mereka, semakin sedikit kemungkinan
keberhasilan pelaksanaan. Fragmentasi menyiratkan difusi tanggung jawab dan ini
membuat koordinasi kebijakan yang sulit. Sumber daya dan wewenang yang
diperlukan untuk memecahkan masalah komprehensif sering didistribusikan di
antara banyak unit birokrasi. Fragmentasi tanggung jawab program ini sering
begitu besar sehingga membingungkan dan bahkan menguasai program mereka yang
seharusnya untuk melayani.
6. MASALAH DAN PROSPEK
Di dalam implementasi kebijakan
sama halnya dengan formulasi, akomodasi haruslah di buat dari/untuk kepentingan
politik, kelangkaan sumberdaya, dan sifat birokrasi dan sistem politik kita.
Interaksi
Antara faktor
Pada poin ini kita akan fokus
kepada pengaruh langsung dari faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan
struktur birokrasi pada implementasi kebijakan. Selain dari mempengaruhi secara
langsung kepada implementasi, kemudian juga mempengaruhi secara tidak langsung
melalui pengaruh pada satu sama lain. Dengan kata lainnya, komunikasi
mempengaruhi sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi, yang pada gilirannya
mempengaruhi implementasi. Secara langsung hal itu tidaklah tersalurkan, jelas,
atau konsisten menyediakan immplementasi dengan kebijaksanaan dalam merespon
kepada mereka. Mereka benar-benar terpengaruhi bagaimana implementasi akan
berlatih kebijaksanaannya. Sama halnya, kebijaksanaan juga tersedia oleh
komunikasi yang gagal mengikuti pemnuat implementasi. Pada sisi lainnya,
komunikasi yang terlalu detail mungkin saja memiliki moral rendah dan
independensi dari implementasi, memimpin pada pemindahan tujuan dan sumberdaya
yang sia-sia seperti kemampuan pegawai, kreatifitas dan kemampuan adaptasi.
Kesemuanya, pengaruh dari komunikasi pada implementasi itu tidak hanya secara
langsung, tetapi juga melalui keterkaitan dengan sumberdaya, disposisi, dan
struktur birokrasi. Suber daya juga secara tidak langsung mempegaruhi
implementasi. Mereka beinteraksi dengan komunikasi dengan beragam cara.
Ketidakcukupan pegawai menghalangi transmisi dari direktiv kebijakan, seperti
satu kasus dari pengadilan. Pejabat kurang akan informasi ini sering kali
dikarenakan oleh ambiguitas dalam implementasi mereka. Persepsi pelaku
implementasi komunikasi mungkin terhalangi oleh kurangnya waktu untuk
memberikan perhatian penuh pada hal tersebut.
Sumberdaya mungkin terengaruhi juga
oleh pola disposisi dalam implementasi. Jika sumberdaya ditanamkkan dengan
baik, baik individu maupun oraganisasi ikut dalam implementasi akan memiliki
kemauan kompetisi yang sedikit dalam diri mereka untuk menjaga kepentingan
pribadi dan organisasi mereka. Disposisi dari implementasi keduanya
terpengaruhi bagaimana mereka
menginterpretasikan komunikasi kebijakan mereka terima dan apakah dan bagaimana
mereka mengelaborasikan dan mengirim mereka lebih jauh kebawah rantai komando.
Disposisi juga mempengaruhi keinginan dari pejabat untuk melatih kewenangan
mereka atas implementasi sebuah kebijakan.
Fragmentasi struktur birokrasi
pemerintah meningkatkan kemungkinan dari kegagalan komunikasi. Fragmentasi
memepengaruhi disposisi dalam berbagai cara. Keberadaan dari banyaknya agensi
dengan tanggung jawab yang sempit mendorong pembangunan dari sikap parokial
antara birokrat. Hal ini pada gilirannya kepada keributan/perkelahian birokrat
dan kurangnya kerjasama. Sebagai tambahan poin yang banyak dari akses untuk
kepentingan privat disediakan oleh fragmentasi meningkatkan peluang untuk
kepentingan tersebut untuk menekan implementor untuk berbuat pada basis dari
disposisi personal mereka dari pada perintah atasan mereka.
Kebijakan Apt
Untuk Menghadapi Masalah Implementasi
Terdapat banyak kebijakan yang
digunakan untuk menghadapi masalah imlementasi.
Kebijakan Baru
Kebijakan baru secara khusus sulit
untuk terimplementasi secara sukses. Program baru juga antara yang paling
serupa untuk menghadapi kekurangan sumberdaya. Informasi dalam bagaimana
menjalankan sebuah program baru untuk menuntaskan tujuan baru mungkin saja
kurang. Jika sebuah agensi ditugaskan bertanggung jawab untuk menimplementasi
sebuah program baru, masalah baru bisa saja muncul.
Kebijakan Desentralisasi
Kebijakan yang memerlukan
desentralisasi tinggi upaya implementasi sering kali menghadapi masalah.
Kebijakan yang jatuh ke dalam kategori ini dibedakan oleh : penegakkan hokum,
hak asasi, perlindungan konsumen, beasiswa federal, perlindungan alam, dan
lainnya. Untuk mengetahui bagaimana mengimplementasi kebijakan desentralisasi,
setiap orang harus menerima instruksi. Sumberdaya secara khususu mendapat
kritik dalam implementasi desentralisasi. Semakin implementor terlibat, semakin
banyak orang yang sikapnya harus di awasi.
Kebijakan Kontroversial
Apt juga untuk menghadapi masalah
yang secara khusus kebijakan kontroversi. Bagian dari kebijakan kontroversi
sering kali klausa jelas yang menutupi kompromi dan tujuan yang banyak dari
koalisi yang mendukungnya. Ambiguitas dalam peraturan/hukum juga disediakan
untuk menghindari mengasingkan grup dalam publik.
Kebijakan Komplek
Kenijakan komplek membagi banyak
properti dari kebijakan kontroversial. Kebijakan komplek kadang kala memiliki
banyak tujuan dan karenanya rumit, pimpinan pembuat kebijakan akan sering kali
tidak mengetahui bagaimana menyediakan secara spesifik.
Kebijakan Krisis
Krisis, khususnya melibatkan negara
lainnya karena beban yang special dalam implementasi kebijakan. Hal ini mungkin
akan sulit untuk dikomunikasikan dengan lawan, apalagi sebuah rezim baru saja
memiliki kekuasaan. Sumberdaya mungkin saja menjadi masalah, keduanya dalam
ketiadaan, atau kegagalan peralatan.
Kebijakan Yudisial
Keputusan yudisial nampaknya secara
khusus rentan terhadap tergelincir dalam implementasi. Keputusan mungkin juga
muncul menjadi tidak konsisten seperti hakim yang menolak keputusan yang
terdahulu tanpa terang-terangan muncul untuk melakukannya. Sumberdaya yang
cukup dalam cabang yudisial adalah sama salahnya untuk implementasi.
Kombinasi dari Karakteristik
Terdapat tipe-tipe dari kebijakan
yang sanagt mirip untuk masalah implementasi. Kategori dari kebijakan tidaklah
secara eksklusiv berganti. Kebijakan bisa saja menggabungkan beberapa
karakteristik. Kesemuanya yang akan digunakan mungkin menjadi hal yang paling
sulit untuk diimplementasikan.
Prospek Untuk
Meningkatkan Implementasi
Mengikuti
Implementasi akan dapat
ditingkatkan jika pembuat kebijakan mengikuti keputusan dan perintah mereka
untuk melihat bahwa mereka memiliki implementasi yang tepat. Satu teknik yang
digunakan oleh banyak eksekutiv untuk menigkatkan kapasitas mereka untuk
mengikuti keputusan mereka adalah terlalu besar ukurannya dari pegawai mereka
sendiri.
Potensi Remedies Lain
Apakah ada kemungkinan lain untuk
meningkatkan implementasi? Pertama, langkah mengevaluasi solusi yang diusulkan
adalah untuk memahami apa hambatan untuk pelaksanaan dan mengapa mereka ada.
Maka kita harus mencoba untuk mengubah situasi yang menghasilkan faktor-faktor
ini. Meskipun kita telah membahas upaya untuk mengatasi hambatan untuk
implementasi kebijakan yang efektif dalam bab sebelumnya, tujuan utama kami
adalah untuk menjelaskan mengapa pelaksanaan terjadi seperti halnya. Dengan
latar belakang ini kita bisa lebih memahami mengapa tidak ada panaceas mudah
bagi kegagalan implementasi dan sekarang banyak yang bisa kita harapkan obat
untuk mencapai diusulkan.
Akar masalah yang paling
pelaksanaan tertanam sangat dalam struktur pemerintah Amerika dan politik.
pejabat yang sangat sibuk dan tidak memiliki exepertise untuk menguraikan
hukum. Pengambil keputusan, harus tawar-menawar dan kompromi untuk mendapatkan
kesepakatan tentang kebijakan. kelompok kepentingan memiliki acces gratis untuk
pembuat kebijakan, pembuat kebijakan, takut mengasingkan kelompok di
masyarakat, berusaha untuk menghindari akuntabilitas untuk banyak keputusan.
Dan hakim sering tidak menjelaskan keputusan mereka karena mereka tidak dapat
melakukan tindakan dan mungkin ragu-ragu untuk menolak preseden. Dalam cahaya
di atas, tidaklah mengherankan bahwa komunikasi yang sering kabur atau tidak
konsisten.
Demikian pula, ada banyak alasan mengapa komunikasi ini dikirimkan buruk. Pelaksana harus memperluas komunikasi saat mereka turun melalui birokrasi: pelaksana sering tidak setuju dengan keputusan kebijakan; pelaksana selektif melihat dan mencari maksud sebenarnya dari arahan kebijakan; dan pelaksana harus raly pada saluran tidak langsung atau terbelakang komunikasi untuk birokrasi, sektor swasta, lembaga peradilan, dan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, selama pemerintahan dan politik Amerika yang struktur anyting seperti sekarang, komunikasi cenderung menimbulkan hambatan untuk implementasi kebijakan publik. Selain itu, pembuat kebijakan menjadi lebih kompleks, dan tekanan pada pejabat publik meningkat dan menjadi lebih heterogen. Ini bukan pertanda baik untuk komunikasi masa depan.
Demikian pula, ada banyak alasan mengapa komunikasi ini dikirimkan buruk. Pelaksana harus memperluas komunikasi saat mereka turun melalui birokrasi: pelaksana sering tidak setuju dengan keputusan kebijakan; pelaksana selektif melihat dan mencari maksud sebenarnya dari arahan kebijakan; dan pelaksana harus raly pada saluran tidak langsung atau terbelakang komunikasi untuk birokrasi, sektor swasta, lembaga peradilan, dan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, selama pemerintahan dan politik Amerika yang struktur anyting seperti sekarang, komunikasi cenderung menimbulkan hambatan untuk implementasi kebijakan publik. Selain itu, pembuat kebijakan menjadi lebih kompleks, dan tekanan pada pejabat publik meningkat dan menjadi lebih heterogen. Ini bukan pertanda baik untuk komunikasi masa depan.
Gambar untuk sumber tidak cerah.
Selama kita takut pemerintah besar, terutama fungsi kepolisian tersebut; selama
kita sukai pajak rendah; selama kita enggan untuk menghabiskan dana publik pada
pemerintah sendiri; dan selama upaya pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan
baru, yang keahlian sering kurang, maka banyak kebijakan akan kekurangan staf,
informasi, otoritas, atau fasilitas untuk melaksanakannya secara efektif.
Karena kita hidup di usia meningkatkan kelangkaan sumber daya, inflasi yang
tinggi, dan penurunan dukungan untuk program pemerintah, ada alasan yang baik
untuk mengharapkan bahwa sikap-sikap ini akan mendukung kelanjutan dari situasi
sekarang di mana terlalu sedikit sumber daya yang dialokasikan untuk
pelaksanaan kebijakan.
Sebuah
Kata Akhir
Skenario untuk masa depan tidak
perlu pesimis. Jika kebijakan meningkatkan pemahaman mereka tentang mengapa
pelaksanaan kebijakan kerja seperti halnya, mereka mungkin dapat bekerja pada
margin dan mengantisipasi dan pra mengacaukan beberapa masalah implementasi
dibahas dalam bab sebelumnya. Whelter ini terjadi adalah problematis. Tetapi
jika eksekutif puncak tetap lebih peduli dengan membentuk undang-undang untuk
lulus di legislatif dibandingkan dengan pelaksanaan hukum setelah itu berlalu,
jika mereka bertahan dalam menekankan hubungan masyarakat bukan kebijakan, dan
jika "krisis" situasi terus mendominasi waktu mereka, sedikit
kemajuan kemungkinan akan dilakukan dalam meningkatkan implementasi kebijakan.
Selain itu, sampai masyarakat memberikan insentif bagi pejabat untuk
mencurahkan lebih banyak perhatian untuk implementasi kebijakan dan untuk
mengembangkan keterampilan administrasi yang lebih baik, prioritas ini mungkin
tidak akan berubah. Diberikan baik visibilitas rendah sebagian besar kegiatan
implementasi kebijakan dan kurangnya minat dari kebanyakan orang Amerika di
pemerintahan dan politik, prospek untuk perubahan insentif tidak sangat
menguntungkan.
Kegagalan di sektor publik
seharusnya tidak mati kita tentu untuk menyimpulkan bahwa kita harus memilih
untuk bergantung pada sektor swasta untuk mencapai tujuan kebijakan publik.
Kadang-kadang sektor swasta mungkin lebih efisien dan kreatif dari instansi
pemerintah dalam memberikan pelayanan. Namun kita telah melihat seluruh buku
ini bahwa ada masalah serius dalam mencoba untuk berkomunikasi dengan orang
atau organisasi di sektor swasta, bahwa mereka sering kekurangan sumber daya
yang cukup untuk melaksanakan kebijakan. Selain itu, organisasi sektor swasta
tidak diorganisir sekitar implemeting kebijakan publik dan dibebani dengan
banyak masalah internal yang sama SOP dan kepicikan yang dihadapi masyarakat.
Karena kebijakan publik menghadapi
masalah dalam pelaksanaannya, kita harus memotong kembali pada kebijakan
publik? Belum tentu. Apa yang harus kita lakukan adalah memiliki harapan yang
lebih realistis. Manfaat apa yang mungkin terjadi ketika kebijakan yang
membangun? Manfaat program senilai biaya mereka? Lebih besar memperhatikan
pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu mengurangi keterasingan banyak orang
merasa menuju sektor publik, keterasingan berdasarkan sebagian pada harapan
unreasonbly tinggi kinerja pemerintah.
Orientasi antipemerintah adalah
mengalahkan diri wehard selalu akan memiliki kebijakan publik, dan antagonisme
terhadap mereka tidak akan meningkatkan implementasi. Memang, permusuhan atau
kesejukan setidaknya menuju sektor publik merupakan salah satu alasan mengapa
pelaksana seringkali kekurangan sumber daya yang cukup untuk melakukan tugas
mereka secara efektif. kebijakan publik yang efektif layak prioritas tinggi.
Hal ini wort bekerja untuk mendidik baik pembuat kebijakan dan masyarakat
tentang pelaksanaan. Ini adalah waktu untuk meletakkan dasar untuk perbaikan.
Review yang bagus, izin untuk mengutip ya :-)
BalasHapusSilahken Bung.
HapusBaru baca review Edwards III sebagus ini. Great writting.
BalasHapusMakasi ya.. sdh berkunjung dblog ini.
HapusTerima kasih bang sangat bermanfaat
BalasHapusOke Mantap...
Hapusreview ini sangat membantu saya dalam penyelesaian tesis, terima kasih pak....
BalasHapusYa sama2 pak... ๐
Hapus