Review Buku Edward III Implementing Public Policy



1.      PEMAHAMAN IMPLEMENTASI


Saat ini pemerintah sedang menjadi sorotan publik sehubungan dengan kebijakan publik. Alasan yang mengemuka diantaranya kritik bahwa pemerintah terlihat tidak bekerja. Pegawai negeri terlihat bekerja serampangan, inefisien, tidak memberikan pelayanan dan kadang-kadang tidak mau melaksanakan perintah atasan. Fungsi pemerintah dalam hal ini terlihat sangat lemah karena proses implementasi tidak berjalan dengan baik. Tanpa adanya implementasi yang efektif keputusan yang dibuat oleh pembuat kebijakan tidak dapat dilaksanakan dengan sukses.
Studi mengenai implementasi kebijakan sangat penting bagi studi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi kebijakan merupakan tahapan dari pembuatan kebijakan antara membangun kebijakan seperti disetujuinya undang-undang oleh legislatif, dikeluarkannya perintah eksekutif, penyerahan keputusan pengadilan, atau pengumuman mengenai peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi orang-orang yang terpengaruh akan kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan publik dapat termasuk dalam beragam tindakan: mengeluarkan dan menjalankan perintah, mengeluarkan pembayaran, membuat pinjaman, memberikan bantuan, menandatangani kontrak, mengumpulkan data, menyebarkan informasi, menganalisa masalah, menugaskan dan menyewa pekerja, menciptakan unit organisasi, mengajukan alternatif, merencanakan masa depan, bernegosiasi dengan pihak swasta, bisnis, komite legislatif, unit birokrasi, dan bahkan dengan negara lain.

Permasalahan Implementasi
Karena rumitnya implementasi kebijakan, kita tidak dapat mengharapkan ini dapat selesai dengan cara yang rutin. Bahkan seorang presiden tidak dapat memastikan bahwa keputusan dan perintahnya dilaksanakan dengan baik. . Hal ini dapat digambarkan dari pernyataan “frustasi” Presiden Jimmy Carter:
“Sebelum saya menjadi presiden saya menyadari dan saya telah diperingatkan bahwa berhubungan dengan birokrasi federal merupakan salah satu masalah yang paling buruk yang harus saya hadapi. Bahkan menjadi sangat buruk setelah saya mengantisipasinya”
Bahkan buruknya permasalahan implementasi di pemerintahan juga dicatat oleh Richard Cheney,


Kepala staf Gedung Putih di masa pemerintahan Presiden Gerald Ford:
“Sebelum memasuki Gedung Putih, terdapat kecenderungan dari pihak luar bahwa betapa besarnya kuasa yang dimiliki oleh mereka yang menduduki Gedung Putih. Tetapi kenyataannya, pada saat anda telah masuk kedalamnya dan mencoba melakukan sesuatu, anda akan lebih perduli kepada ketidakleluasaan yang dimiliki dibandingkan kekuasan yang anda miliki. Anda menghabiskan waktu dengan mengatasi halangan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan presiden”. Bahkan buruknya permasalahan implementasi di pemerintahan juga dicatat oleh Richard Cheney, Kepala staf Gedung Putih di masa pemerintahan Presiden Gerald Ford:
“Sebelum memasuki Gedung Putih, terdapat kecenderungan dari pihak luar bahwa betapa besarnya kuasa yang dimiliki oleh mereka yang menduduki Gedung Putih. Tetapi kenyataannya, pada saat anda telah masuk kedalamnya dan mencoba melakukan sesuatu, anda akan lebih perduli kepada ketidakleluasaan yang dimiliki dibandingkan kekuasan yang anda miliki. Anda menghabiskan waktu dengan mengatasi halangan untuk melakukan apa yang ingin dilakukan presiden”

Kurangnya Perhatian terhadap Implementasi
Implementasi kebijakan merupakan hal yang kurang mendapat perhatian dari para pejabat terpilih. Untuk sebagaian besar masyarakat, menganggap bahwa fungsi pemerintah tidaklah tampak. Ketertarikan pers dan warga masyarakat kepada pemerintah hanya apabila terjadi skandal kontroversial di pemerintahan, seperti lolosnya kebijakan baru atau fungsi seremonial. Masyarakat hanya perduli kepada kebijakan yang memiliki pengaruh langsung kepada kehidupannya, seperti inflasi atau hak-hak sipil. Secara ringkas, pejabat terpilih—mereka yang kita andalkan untuk bertanggungjawab langsung atas pelaksanaan kebijakan publik—biasanya kurang memberikan perhatian terhadap aspek penting dari pembuatan kebijakan. Oleh karena itu penting untuk diperhatian oleh kita untuk memahami permasalahan potensial dalam implemenatsi. Pembuat kebijakan harus peka untuk masalah ini, dan msayarakat harus memberikan dorongan kepada mereka untuk memberikan lebih banyak waktunya kepada masyarakat.

Pendekatan Untuk Mempelajari Implementasi Kebijakan
Kebanyakan studi implementasi berupa studi kasus yang beragam dan hal ini dibutuhkan untuk memperoleh informasi lebih banyak. Studi kasus biasanya berdasarkan kepada satu kebijakan atau satu aspek dari kebijakan. Studi kasus memberikan banyak detail mengenai pembuatan kebijakan dan mempelajari dalam nuansa yang mungkin hilang dalam perlakuan yang lebih luas. Akan tetapi pendekatan studi kasus untuk mempelajari kebijakan publik masih terbatas. Pendekatan lain yang digunakan pada implementasi kebijakan publik adalah fokus kepada pengaruh yang signifikan dalam pembuatan kebijakan. Studi yang paling terkemuka mengenai hal ini oleh Graham Allison dalam Pentingnya Keputusan. Dia menyajikan tiga model pembuatan kebijakan: pelaku yang rasional, proses organisasional, dan model birokrasi politik. Model kedua dan ketiga fokus kepada prosedur operasional standar (SOP) dan berturut-turut birokrasi politik, dan memberikan kepekaan kepada kita atas pentingnya tiga faktor ini dalam pembuatan kebijakan. Studi mendalam yang dilakukan oleh Eugene Bardach menggunakan metafora “permainan” untuk mempelajari implementasi. Bardach berpendapat bahwa kerangka permainan yang dibangunnya menjelaskan pembuatan kebijakan dengan mengarahkan perhatian kepada pemain (yaitu mereka yang terlibat dalam implementasi), pertaruhan mereka, strategi dan taktik, sumberdaya, aturan main dan komunikasi, dan tingkat ketidakpastian dari hasil yang mengelilinginya. Studi impelemntasi yang lain disajikan oleh Donal Van Meter dan Carl Van Horn, dan yang terbaru oleh Paul Sabatier dan Daniel Mazmanian. Para peneliti ini mengidentifikasi sejumlah faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi implementasi dan pendekatan faktor ini membantu kita pada jalur yang tepat.

Pendekatan Kita dalam Mempelajari Implementasi
Pendekatan kita dalam mempelajari implementasi kebijakan dimulai dengan gambaran dan pertanyaan: Apa persyaratan bagi suskesnya implementasi kebijakan? Apa halangan utama untuk suksesnya implementasi kebijakan. Untuk menjawab pertanyaan ini terdapat empat faktor penting atau variabel dalam impelementasi kebijakan publik, yaitu: komunikasi, sumberdaya, watak atau perilaku, dan struktur birokrasi.
1.      Komunikasi.
Agar implementasi bisa berjalan efektif, mereka yang bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Perintah untuk implementasi kebijakan harus disebarkan pada personel yang tepat, dan perintah tersebut harus jelas, akurat dan konsisten.

2.      Sumberdaya
Tanpa adanya sumberdaya, personal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan akan bekerja tidak efektif, meskipun perintah telah diberikan secara jelas dan konsisten, serta disebarkan secara tepat. Sumberdaya yang penting antara lain staf yang cukup jumlah dan kemampuannya, informasi yang sesuai mengenai bagaimana perintah dilaksanakan, kewenangan untuk memastikan bahwa kebijakan dilaksanakan seperti yang diharapkan, dan fasilitas yang dapat memberikan pelayanan seperti gedung, peralatan, lahan dan persediaan.
3.      Watak
Jika kebijakan ingin dilaksankan dengan efektif, pelaksana tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi mereka juga harus memiliki hasrat untuk melaksanakannya.
4.      Struktur Birokrasi
Jika sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan telah cukup dan pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukannya dan ingin melakukannya, implementasi masih dapat dirintangi karena kekurangan struktur birokrasi. Pembagian organisasi dapat menghalangi koordinasi yang penting bagi suksesnya pelaksanaan kebijakan yang kompleks dan membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, dan pembagian ini juga dapat membuang sumberdaya yang terbatas, menghambat perubahan, menciptakan kebingungan, membawa kepada pekerjaan yang menyimpang dari tujuan, dan menghasilkan terlupanya fungsi penting.




2.      KOMUNIKASI

Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output, outcome). Yang termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain. Implementasi dapat juga diartikan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.
Komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan. Pelaksanaan yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan dikerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan dikerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan dan peraturan pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan.  Apabila penyampaian tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan.  Oleh karena itu diperlukan adanya tiga hal:
1.      Transmisi
Sebelum orang dapat menerapkan keputusan, mereka harus sadar bahwa keputusan dibuat untuk menyelesaikan masalah. Salah satu dari banyak hambatan untuk transmisi petunjuk pelaksanaan adalah tidak adanya kesepakatan antara pelaksana dengan pembuat kebijakan.  Ketidaksepakatan atas kebijakan dapat menyebabkan distorsi komunikasi pelaksana dalam menerapkan kebijakan. Penerimaan komunikasi dapat terhalang oleh pelaksana dan keengganan untuk mengetahui tentang persyaratan kebijakan. Meskipun sebagian besar jalur komunikasi di seluruh birokrasi telah sangat berkembang, hal ini tidak menjamin komunikasi yang akan ditransmisikan dapat berhasil.
Adanya desentralisasi pelaksanaan kebijakan publik, mengakibatkan semakin kecil kemungkinan bahwa suatu kebijakan akan dikirimkan ke pelaksana utamanya secara akurat. Desentralisasi biasanya berarti bahwa suatu keputusan harus dikomunikasikan melalui beberapa tingkatan otoritas sebelum mencapai orang-orang yang akan melaksanakannya. Jarak komunikasi antara sumber asli dan pelaksana terlalu besar.
Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus disalurkan pada pejabat yang akan melaksanakannya. Seringkali masalah transmisi terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan (disposisi) tersebut dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan menutup komunikasi yang diperlukan. Masalah transmisi juga terjadi manakala kebijakan yang akan diimplementasikan harus melalui struktur birokrasi yang berlapis atau karena tidak tersedianya saluran komunikasi yang memadai (sumberdaya).
2.     Kejelasan
Dimensi ini menghendaki agar kebijakan yang ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan publik tersebut. Sehingga masing-masing akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien. Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, yaitu sebagai berikut:
a)      Kompleksitas pembuat kebijakan
Kurangnya kejelasan dalam implementasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Mungkin yang paling penting adalah rumitnya pembuatan kebijakan, eksekutif maupun legislatif tidak memiliki waktu atau keahlian untuk mengembangkan dan menerapkan semua rincian yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan. mereka harus meninggalkan sebagian besar (dan kadang-kadang semua) detail pelaksanaannya pada bawahan.

b)      Oposisi publik
Adanya oposisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut. Keinginan untuk menghindari pengucilan kelompok-kelompok politik yang berpengaruh di masyarakat dapat menyebabkan arahan impelementasi jelas. Di "kejahatan tanpa korban" -kejahatan di mana tidak ada keluhan seperti judi, prostitusi dan penggunaan obat ilegal- potensi kebijaksanaan kebijakan dalam menangkap pelanggar lebih besar dari pada jenis kejahatan lainnya.
c)      Bersaingnya persetujuan untuk tujuan dan kebutuhan.
Penyebab lain dari ketidakjelasan dalam pelaksanaan arahan adalah kesulitan pengambil keputusan harus mencapai konsensus pada tujuan.
d)      Ketidakpahaman program baru
Masalah dalam memulai sebuah program baru adalah menghasilkan kebingungan dalam petunjuk pelaksanaan. Sering bagian sebuah kebijakan baru diiringi oleh periode ketidakpastian administrasi di mana ada jeda waktu yang cukup sebelum informasi tentang program ini disebarluaskan. Kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar dari tanggung jawab)
e)      Menghindari akuntabilitas
Kurangnya kejelasan dalam undang-undang federal, kongres tidak menunggu undang-undang untuk menjadi rinci.
f)       Dasar keputusan pengadilan
Keputusan pengadilan mungkin kabur karena kebutuhan untuk mencapai pendapat mayoritas.

3.     Konsistensi
Perintah pelaksanaan harus konsisten serta jelas apakah implementasi kebijakan adalah untuk menjadi efektif. Mengirimkan instruksi yang jelas tetapi bertentangan tidak akan membuat personel operasional lebih mudah untuk mempercepat implementasi. Namun demikian, pelaksana yang dibebani dengan arahan yang konsisten. Proses transmisi yang baik namun dengan perintah yang tidak konsisten akan menyebabkan membingungkan pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan menjadi tidak konsisten, diantaranya karena :
a)      Kompleksitas kebijakan yang harus dilaksanakan
b)      Kesulitan yang akan muncul, saat akan memulai implementasi program kebijakan baru
c)      Kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran atau bertentangan dengan kebijakan yang lain
d)      Dipengaruhi berbagai kelompok kepentingan atas isu yang dibawa oleh kebijakan tersebut






3.      SUMBER DAYA

Sumber daya menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan publik. Sumber daya yang penting ini termasuk staff dengan kemampuan yang layak untuk mengemban tugasnya dan juga informasi, kewenangan, dan fasilitas dibutuhkan untuk melaksanakan naskah kebijakan menjadi fungsi pelayanan publik yang sesungguhnya.

Staff
Barangkali sumber yang paling esensial dalam mengimplementasi kebijakan adalah staff, dimana suatu sumber pokok dari kegagalan implementasi adalah kekurangan staff.
·         Kemampuan
Tidaklah cukup hanya dengan jumlah sumber daya yang memadai untuk melaksanakan suatu kebijakan. Para implementor harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menangani tugasnya. Karena, pelatihan yang tidak layak kepada staff dapat menyebabkan masalah.
Pada saat pemerintah pusat mengimplementasikan secara keseluruhan atau sebagian dari lembaga negara, kemampuan staff juga merupakan sebuah masalah. Karena dalam implementasi kebijakan membutuhkan manajemen sumber daya manusia yang memungkinkan pendistribusian sumber daya manusia yang berkualitas. Kegagalan dalam manajemen sumber daya manusia adalah masalah yang dimiliki negara dan daerah, karena sedikit staff yang menjalani pelatihan secara professional, bahkan lebih sulit lagi untuk merekrut dan menjaga kompetensi para administrator dengan gaji yang rendah, pekerjaan yang kurang prestige, keamanan kerja dari posisi eksekutif.
Uang tidak selalu menjadi jawaban. Bahkan dengan dana yang besar tidaklah mudah untuk menemukan staff yang memiliki kemampuan yang mumpuni. Khususnya, pemerintah membutuhkan staff yang memiliki kemampuan teknis yang baik akan mengalami kesulitan untuk merekrut staff seperti ini karena mereka tentu akan memilih untuk bekerja di sektor privat yang menawarkan pekerjaan yang fleksibel dan gaji yang menjanjikan.

Informasi
Informasi adalah sumber esensi kedua dalam implementasi kebijakan publik. Informasi ini memiliki dua bentuk, yang pertama adalah informasi yang berhubungan dengan bagaimana cara melaksanakan suatu kebijakan. Para implementor perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan ketika diberikan arahan untuk melakukan sesuatu. Bentuk kedua adalah data pada pemenuhan lainnya dengan aturan pemeritah dan regulasi. Implementor harus mengetahui apakah pihak lain yang terlibat dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan mematuhi peraturan.
·         Mengetahui apa yang harus dilakukan
Arahan mengenai implementasi terkadang samar karena para pembuat kebijakan tidak mengetahui apa yang dibutuhkan oleh implementor. Pengetahuan yang tidak memadai ini adalah suatu sumber yang menghalangi implementasi langsung sekaligus tidak langsung melalui komunikasi. Ketidaktahuan mengenai bagaimana implementasi kebijakan memiliki beberapa dampak langsung. Salah satunya, kekurangan informasi atau pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisiensi yang juga cenderung mencirikan implementasi kebijakan tersebut. Beberapa usaha yang dilakukan mungkin mengalami kesalahan, dan para implementor harus berusaha lebih baik lagi. Regulasi mungkin menjadi tidak layak yang menyebabkan banyak perubahan sebagai proses dari implementasi, dan secara tidak langsung implementor juga belajar mengenai apa yang perlu dilakukan dan apa yang bisa dilakukan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan.
·         Mengontrol Kepatuhan
Implementasi kebijakan seringkali memerlukan informasi perihal kepatuhan dari organisasi atau individu dengan peraturan yang diterapkan. Dengan kata lain, implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada.

Kewenangan
Sumber penting lainnya dalam implementasi adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor
·         Menjalankan kewenangan
·         Orientasi pada Pelayanan




Fasilitas
Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.






4.     DISPOSISI

Pada bab sebelumnya kita telah melihat bahwa pelaksana harus sekarang apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya jika kebijakan yang akan diimplementasikan secara efektif. Dalam bab ini kita akan mengkaji faktor ketiga dengan konsekuensi penting untuk implementasi: disposisi pelaksana. Jika pelaksana baik dibuang ke arah kebijakan tertentu, mereka lebih mungkin untuk melaksanakannya sebagai pembuat keputusan aslinya dimaksudkan. Tapi ketika pelaksana sikap atau perspektif berbeda dari pengambil keputusan, proses pelaksanaan kebijakan menjadi jauh lebih rumit. Mereka yang menerapkan kebijakan dalam banyak cara yang independen dari atasan nominalnya yang berpartisipasi langsung dalam keputusan kebijakan asli. Sebagai berbagai program hibah dan pembagian pendapatan hasil dan sifat dari sistem peradilan kita, banyak kebijakan nasional dan negara pada akhirnya dilaksanakan oleh oficials atau hakim dari yurisdiksi lain. Ini memperbesar kemerdekaan pelaksana, dan kemandirian memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan kebijaksanaan mereka, seperti halnya kurangnya komunikasi yang jelas dan konsisten bahwa kita dianalisis dalam Bab 2.
Karena pelaksana umumnya memiliki kebijaksanaan, sikap mereka terhadap kebijakan mungkin hambatan untuk implementasi kebijakan yang efektif. Richard Nixon adalah menyadari hal ini ketika ia dibalik keputusannya untuk meluncurkan sebuah rencana rahasia untuk menghadapi pembangkang domestik kekerasan. Dia tahu bahwa jika dia memberi Direktur FBI J. Edgard Hoover perintah langsung untuk membantu melaksanakan kebijakan tersebut. Hoower akan melaksanakan perintah dalam bentuk. Presiden juga tahu, bagaimanapun, bahwa direktur FBI akan memastikan bahwa ia telah menyebabkan untuk membalikkan dirinya. Dengan demikian, kurangnya kerjasama dari ditunjuk presiden langsung berarti bahwa keputusan presiden penting sedikit.
Mengapa banyak birokrat melihat kebijakan dari perspektif yang berbeda dari pengambil keputusan atas? Dalam bab ini kita mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dan memeriksa banyak cara di mana disposisi pelaksana, termasuk thoose di sektor swasta, pelaksanaan efek. Kami juga mempertimbangkan alasan mengapa pejabat terbatas dalam kemampuan mereka untuk reprace personil yang ada dengan staf yang lebih responsif terhadap keinginan mereka. Dalam membahas masalah kepegawaian, kita memeriksa janji eksekutif, layanan sipil dan sistem personil peradilan, dan metode atau melewati pribadi. Pada bagian akhir kami menyelidiki pertanyaan dari mengubah pelaksana disposisi melalui penggunaan insentif. Kami pertama kali menunjukkan bagaimana insentif mempengaruhi perilaku pelaksana, maka kita meneliti potensi dan keterbatasan memanipulasi reward.

Pengaruh Disposisi
Banyak kebijakan jatuh dalam zona ketidakpedulian. Kebijakan ini mungkin akan dilaksanakan dengan setia karena pelaksana tidak memiliki perasaan yang kuat tentang mereka. kebijakan lain, bagaimanapun, akan berada dalam konflik langsung dengan pandangan kebijakan atau kepentingan pribadi atau organisasi pelaksana. Ketika orang diminta untuk menjalankan perintah yang mereka tidak setuju, selip tak terelakkan terjadi antara keputusan kebijakan dan kinerja. Dalam kasus tersebut pelaksana akan menerapkan kebijaksanaan mereka, kadang-kadang dengan cara yang halus, untuk menghalangi pelaksanaan.

Sumber Kepicikan
Meskipun hakim dan swasta warga juga menerapkan kebijakan, pejabat di birokrasi publik adalah pelaksana yang paling umum, dan penting bahwa kita memahami beberapa pengaruh tertentu pada disposisi atau sikap mereka. instansi pemerintah memiliki kecenderungan inbreeding. Perekrutan selektif staf baru membantu untuk mengembangkan sikap homogen. Mereka tertarik untuk bekerja untuk instansi pemerintah cenderung mendukung kebijakan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, apakah mereka berada di bidang kesejahteraan sosial, pertanian, atau pertahanan nasional. Tentu, lembaga lebih suka menyewa seperti hati orang. Semua ini menghasilkan lingkungan yang relatif seragam di mana kebijakan berlangsung.
Lebih umum, birokrat melayani di nasional, negara bagian, dan pemerintah daerah di Amerika Serikat cenderung memiliki sikap lebih liberal mengenai masalah kebijakan yang paling tha masyarakat umum dan sering daripada wakil-wakil mereka yang terpilih.
Selain dari perekrutan awal personil seperti hati, aspek-aspek lain dari kehidupan organisasi menumbuhkan pandangan sempit di antara birokrat. Semua tetapi pembuat kebijakan tingkat tinggi beberapa menghabiskan karir mereka dalam satu lembaga atau departemen. Karena orang ingin percaya pada apa yang mereka lakukan untuk hidup, asosiasi lama ini sangat mempengaruhi sikap birokrat. Misalnya, lembaga afiliasi adalah prediktor yang lebih baik dari sebagian besar sikap kebijakan PNS tingkat atas dari latar belakang pribadi mereka. Salah satu hasil dari cliquishness ini adalah bahwa komunikasi intraorganizational lulus terutama di kalangan orang yang berbagi frame serupa acuan dan yang kembali menegakkan kepicikan birokrasi oleh asosiasi mereka.
Terkait dengan layanan lama di suatu instansi adalah kisaran sempit tanggung jawab masing-masing lembaga. Pejabat di Departemen Pendidikan, misalnya, tidak berurusan dengan anggaran untuk seluruh pemerintah nasional, tetapi hanya dengan bagian yang pertaints untuk program-program mereka. Terserah orang lain untuk merekomendasikan kepada presiden dan Kongres apa yang terbaik untuk pertahanan nasional, kesehatan, atau perumahan. Dengan masing-masing unit birokrasi dengan fokus pada program-program sendiri, ada beberapa orang untuk melihat program-program ini dari perspektif yang lebih luas. Misalnya salah satu penulis menemukan bahwa responsibily untuk mengembangkan infrastruktur transportasi udara di negara itu adalah di tangan birokrat yang konsepsi perjalanan publik melalui udara dominan. Perspektif pejabat tersebut adalah sempit: trade-off yang terlibat dalam pelayanan udara ditingkatkan, seperti biaya yang lebih tinggi dan meningkatkan kerusakan lingkungan, yang ditanggung oleh seluruh masyarakat, yang mengabaikan oleh mereka. Pengaruh dari luar agen juga mendorong pandangan sempit di antara birokrat. Ketika kelompok-kelompok kepentingan dan kongres committess gilirannya. Sejak luar ini umumnya mendukung kebijakan birokrasi telah melaksanakan semua panjang (yang luar mungkin membantu memulai), apa yang mereka inginkan adalah "lebih sama".

Kepegawaain Birokrasi
Pelaksana disposisi menimbulkan hambatan serius untuk implementantion kebijakan. Tetapi jika personil yang ada tidak menerapkan kebijakan cara pejabat inginkan, mengapa mereka tidak diganti dengan orang-orang yang lebih responsif terhadap pemimpin? Pada bagian ini kita mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dengan mempertimbangkan pengangkatan eksekutif, sistem pelayanan sipil, sistem tenaga juducial, dan metode melewati personil yang ada.
Pengangkatan
Seorang presiden dan perancangnya presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk sekitar 2.600 pejabat penuh waktu di cabang eksekutif. Presiden sendiri memiliki kewenangan untuk menunjuk sekitar 650 orang. Jumlah ini termasuk staf Gedung Putih, antara 15 dan 20 individu di lembaga independen utama (seperti administrasi veteran dan administrasi aeronau dan ruang nasional) kepala beberapa instansi yang lebih rendah, dan komisaris dari badan pengatur independen (sebagai istilah mereka berakhir). Di seluruh cabang eksekutif dari pemerintah federal, ada sekitar lima juta employes. Jauh lebih sedikit dari satu persen diangkat oleh presiden dan perancangnya nya. Ini adalah kendala yang jelas pada kemampuan administrasi apapun untuk mengubah personel.
Setelah terpilih, presiden memiliki kurang dari tiga bulan untuk mencari tim baru untuk mengambil alih pemerintahan. Selain itu, ini harus dilakukan oleh presiden terpilih dan para pembantunya yang kelelahan dari panjang, kampanye pemilu sulit dan memiliki banyak tuntutan lain pada waktu mereka, seperti menyiapkan anggaran dan program legislatif. Anggota kabinet dan pejabat lainnya biasanya memiliki sedikit pemberitahuan terlebih dahulu seleksi mereka dan sibuk wraping up tanggung jawab mereka yang lain dan melakukan pekerjaan rumah mereka pada isu-isu yang relevan dengan posisi baru mereka sebelum sidang konfirmasi mereka. Dengan demikian, mereka juga sering resor untuk teknik merekrut serampangan ketika mereka membuat janji mereka.
Presiden juga terkendala politik di penunjukan mereka. biasanya mereka merasa janji ini harus menunjukkan keseimbangan geografi, ideoology etnis, jenis kelamin, dan menonjol karakteristik demografi lainnya pada saat itu. Ribuan orang didesak pada pemerintahan sendiri, anggota Kongres, orang ur di partai presiden. (Satu Nixon ajudan menempatkan angka pada 500 per minggu). Beberapa dari orang-orang ini memenuhi syarat untuk pekerjaan avaible, namun karena kebutuhan politik, lebih dari beberapa diangkat. bantuan politik mungkin menyenangkan pendukung politik, tetapi mereka tidak selalu memberikan dasar untuk administrasi suara. Selain itu, janji tersebut dapat menyebabkan inkompatibilitas dengan presiden yang mengarah ke pemecatan mahal politik.

Insentif
Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.



5.      STRUKTUR BIROKRASI

Pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang harus dilakukan dsn memiliki sumber daya yang memadai, namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut masih menghalangi proses implementasi karena struktur organisasi yang dimiliki. Dua ciri utama dari birokrasi adalah standard operating procedures (SOPs) dan pembagian tugas.
Standard Operating Procedures (SOPs)
Standard Operating Procedures (SOPs) adalah rutinitas yang memungkinkan pejabat publik untuk membuat keputusan yang berurutan.
Pertimbangan menggunakan SOPs
SOPs meminimalisir waktu yang digunakan, dimana SOPs seringkali dibutuhkan karena suatu masalah dari sumber daya. Pemegang jabatan biasanya kekurangan staff yang memiliki kemampuan untuk menganalisa masalah, maka dari itu mereka harus bisa membuat keputusan dengan cepat dan membuat situasi yang ada menjadi lebih sederhana. Dengan berfokus pada tugas fungsional masing-masing, birokrat akan dengan mudah beradaptasi dengan SOPs.
Masalah dengan SOPs
SOPs menghemat waktu dengan memungkinkan pejabat untuk menghindari membuat tindakan sepihak mengenai situasi tertentu, namun meskipun dibuat untuk membuat implementasi kebijakan menjadi lebih mudah (dalam teorinya) SOPs bisa menjadi rintangan dalam tindakan. Jika suatu organisasi masih relatif baru atau ada perubahan dalam jumlah staff, SOPs akan lebih mudah dilakukan karena mereka lebih fleksibel jika dibandingkan dengan organisasi yang berusia lama.

Fragmentasi
Aspek kedua dari struktur birokrasi yang akan kita perhatikan adalah fragmentasi. fragmentasi adalah dispersi dari tanggung jawab untuk area kebijakan antara beberapa unit organisasi. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi. struktur birokrasi yang terfragmentasi (terpecah-pecah atau tersebar red.) dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, karena kesempatan untuk instruksinya terdistorsi sangat besar. Semakin terdistorsi dalam pelaksanaan kebijakan, semakin membutuhkan koordinasi yang intensif”.  Fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompokkelompok kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.
Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Edward mengingatkan bahwa mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya.  Lebih banyak aktor dan lembaga yang terlibat dengan kebijakan tertentu dan lebih saling tergantung keputusan mereka, semakin sedikit kemungkinan keberhasilan pelaksanaan. Fragmentasi menyiratkan difusi tanggung jawab dan ini membuat koordinasi kebijakan yang sulit. Sumber daya dan wewenang yang diperlukan untuk memecahkan masalah komprehensif sering didistribusikan di antara banyak unit birokrasi. Fragmentasi tanggung jawab program ini sering begitu besar sehingga membingungkan dan bahkan menguasai program mereka yang seharusnya untuk melayani.






6.     MASALAH DAN PROSPEK

Di dalam implementasi kebijakan sama halnya dengan formulasi, akomodasi haruslah di buat dari/untuk kepentingan politik, kelangkaan sumberdaya, dan sifat birokrasi dan sistem politik kita.

Interaksi Antara faktor
Pada poin ini kita akan fokus kepada pengaruh langsung dari faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi pada implementasi kebijakan. Selain dari mempengaruhi secara langsung kepada implementasi, kemudian juga mempengaruhi secara tidak langsung melalui pengaruh pada satu sama lain. Dengan kata lainnya, komunikasi mempengaruhi sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi, yang pada gilirannya mempengaruhi implementasi. Secara langsung hal itu tidaklah tersalurkan, jelas, atau konsisten menyediakan immplementasi dengan kebijaksanaan dalam merespon kepada mereka. Mereka benar-benar terpengaruhi bagaimana implementasi akan berlatih kebijaksanaannya. Sama halnya, kebijaksanaan juga tersedia oleh komunikasi yang gagal mengikuti pemnuat implementasi. Pada sisi lainnya, komunikasi yang terlalu detail mungkin saja memiliki moral rendah dan independensi dari implementasi, memimpin pada pemindahan tujuan dan sumberdaya yang sia-sia seperti kemampuan pegawai, kreatifitas dan kemampuan adaptasi. Kesemuanya, pengaruh dari komunikasi pada implementasi itu tidak hanya secara langsung, tetapi juga melalui keterkaitan dengan sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Suber daya juga secara tidak langsung mempegaruhi implementasi. Mereka beinteraksi dengan komunikasi dengan beragam cara. Ketidakcukupan pegawai menghalangi transmisi dari direktiv kebijakan, seperti satu kasus dari pengadilan. Pejabat kurang akan informasi ini sering kali dikarenakan oleh ambiguitas dalam implementasi mereka. Persepsi pelaku implementasi komunikasi mungkin terhalangi oleh kurangnya waktu untuk memberikan perhatian penuh pada hal tersebut.
Sumberdaya mungkin terengaruhi juga oleh pola disposisi dalam implementasi. Jika sumberdaya ditanamkkan dengan baik, baik individu maupun oraganisasi ikut dalam implementasi akan memiliki kemauan kompetisi yang sedikit dalam diri mereka untuk menjaga kepentingan pribadi dan organisasi mereka. Disposisi dari implementasi keduanya terpengaruhi  bagaimana mereka menginterpretasikan komunikasi kebijakan mereka terima dan apakah dan bagaimana mereka mengelaborasikan dan mengirim mereka lebih jauh kebawah rantai komando. Disposisi juga mempengaruhi keinginan dari pejabat untuk melatih kewenangan mereka atas implementasi sebuah kebijakan.
Fragmentasi struktur birokrasi pemerintah meningkatkan kemungkinan dari kegagalan komunikasi. Fragmentasi memepengaruhi disposisi dalam berbagai cara. Keberadaan dari banyaknya agensi dengan tanggung jawab yang sempit mendorong pembangunan dari sikap parokial antara birokrat. Hal ini pada gilirannya kepada keributan/perkelahian birokrat dan kurangnya kerjasama. Sebagai tambahan poin yang banyak dari akses untuk kepentingan privat disediakan oleh fragmentasi meningkatkan peluang untuk kepentingan tersebut untuk menekan implementor untuk berbuat pada basis dari disposisi personal mereka dari pada perintah atasan mereka.

Kebijakan Apt Untuk Menghadapi Masalah Implementasi
Terdapat banyak kebijakan yang digunakan untuk menghadapi masalah imlementasi.
Kebijakan Baru
Kebijakan baru secara khusus sulit untuk terimplementasi secara sukses. Program baru juga antara yang paling serupa untuk menghadapi kekurangan sumberdaya. Informasi dalam bagaimana menjalankan sebuah program baru untuk menuntaskan tujuan baru mungkin saja kurang. Jika sebuah agensi ditugaskan bertanggung jawab untuk menimplementasi sebuah program baru, masalah baru bisa saja muncul.
Kebijakan Desentralisasi
Kebijakan yang memerlukan desentralisasi tinggi upaya implementasi sering kali menghadapi masalah. Kebijakan yang jatuh ke dalam kategori ini dibedakan oleh : penegakkan hokum, hak asasi, perlindungan konsumen, beasiswa federal, perlindungan alam, dan lainnya. Untuk mengetahui bagaimana mengimplementasi kebijakan desentralisasi, setiap orang harus menerima instruksi. Sumberdaya secara khususu mendapat kritik dalam implementasi desentralisasi. Semakin implementor terlibat, semakin banyak orang yang sikapnya harus di awasi.
Kebijakan Kontroversial
Apt juga untuk menghadapi masalah yang secara khusus kebijakan kontroversi. Bagian dari kebijakan kontroversi sering kali klausa jelas yang menutupi kompromi dan tujuan yang banyak dari koalisi yang mendukungnya. Ambiguitas dalam peraturan/hukum juga disediakan untuk menghindari mengasingkan grup dalam publik.

Kebijakan Komplek
Kenijakan komplek membagi banyak properti dari kebijakan kontroversial. Kebijakan komplek kadang kala memiliki banyak tujuan dan karenanya rumit, pimpinan pembuat kebijakan akan sering kali tidak mengetahui bagaimana menyediakan secara spesifik.
Kebijakan Krisis
Krisis, khususnya melibatkan negara lainnya karena beban yang special dalam implementasi kebijakan. Hal ini mungkin akan sulit untuk dikomunikasikan dengan lawan, apalagi sebuah rezim baru saja memiliki kekuasaan. Sumberdaya mungkin saja menjadi masalah, keduanya dalam ketiadaan, atau kegagalan peralatan.
Kebijakan Yudisial
Keputusan yudisial nampaknya secara khusus rentan terhadap tergelincir dalam implementasi. Keputusan mungkin juga muncul menjadi tidak konsisten seperti hakim yang menolak keputusan yang terdahulu tanpa terang-terangan muncul untuk melakukannya. Sumberdaya yang cukup dalam cabang yudisial adalah sama salahnya untuk implementasi.
Kombinasi dari Karakteristik
Terdapat tipe-tipe dari kebijakan yang sanagt mirip untuk masalah implementasi. Kategori dari kebijakan tidaklah secara eksklusiv berganti. Kebijakan bisa saja menggabungkan beberapa karakteristik. Kesemuanya yang akan digunakan mungkin menjadi hal yang paling sulit untuk diimplementasikan.

Prospek Untuk Meningkatkan Implementasi
Mengikuti
Implementasi akan dapat ditingkatkan jika pembuat kebijakan mengikuti keputusan dan perintah mereka untuk melihat bahwa mereka memiliki implementasi yang tepat. Satu teknik yang digunakan oleh banyak eksekutiv untuk menigkatkan kapasitas mereka untuk mengikuti keputusan mereka adalah terlalu besar ukurannya dari pegawai mereka sendiri.
Potensi Remedies Lain
Apakah ada kemungkinan lain untuk meningkatkan implementasi? Pertama, langkah mengevaluasi solusi yang diusulkan adalah untuk memahami apa hambatan untuk pelaksanaan dan mengapa mereka ada. Maka kita harus mencoba untuk mengubah situasi yang menghasilkan faktor-faktor ini. Meskipun kita telah membahas upaya untuk mengatasi hambatan untuk implementasi kebijakan yang efektif dalam bab sebelumnya, tujuan utama kami adalah untuk menjelaskan mengapa pelaksanaan terjadi seperti halnya. Dengan latar belakang ini kita bisa lebih memahami mengapa tidak ada panaceas mudah bagi kegagalan implementasi dan sekarang banyak yang bisa kita harapkan obat untuk mencapai diusulkan.
Akar masalah yang paling pelaksanaan tertanam sangat dalam struktur pemerintah Amerika dan politik. pejabat yang sangat sibuk dan tidak memiliki exepertise untuk menguraikan hukum. Pengambil keputusan, harus tawar-menawar dan kompromi untuk mendapatkan kesepakatan tentang kebijakan. kelompok kepentingan memiliki acces gratis untuk pembuat kebijakan, pembuat kebijakan, takut mengasingkan kelompok di masyarakat, berusaha untuk menghindari akuntabilitas untuk banyak keputusan. Dan hakim sering tidak menjelaskan keputusan mereka karena mereka tidak dapat melakukan tindakan dan mungkin ragu-ragu untuk menolak preseden. Dalam cahaya di atas, tidaklah mengherankan bahwa komunikasi yang sering kabur atau tidak konsisten.
Demikian pula, ada banyak alasan mengapa komunikasi ini dikirimkan buruk. Pelaksana harus memperluas komunikasi saat mereka turun melalui birokrasi: pelaksana sering tidak setuju dengan keputusan kebijakan; pelaksana selektif melihat dan mencari maksud sebenarnya dari arahan kebijakan; dan pelaksana harus raly pada saluran tidak langsung atau terbelakang komunikasi untuk birokrasi, sektor swasta, lembaga peradilan, dan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, selama pemerintahan dan politik Amerika yang struktur anyting seperti sekarang, komunikasi cenderung menimbulkan hambatan untuk implementasi kebijakan publik. Selain itu, pembuat kebijakan menjadi lebih kompleks, dan tekanan pada pejabat publik meningkat dan menjadi lebih heterogen. Ini bukan pertanda baik untuk komunikasi masa depan.
Gambar untuk sumber tidak cerah. Selama kita takut pemerintah besar, terutama fungsi kepolisian tersebut; selama kita sukai pajak rendah; selama kita enggan untuk menghabiskan dana publik pada pemerintah sendiri; dan selama upaya pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan baru, yang keahlian sering kurang, maka banyak kebijakan akan kekurangan staf, informasi, otoritas, atau fasilitas untuk melaksanakannya secara efektif. Karena kita hidup di usia meningkatkan kelangkaan sumber daya, inflasi yang tinggi, dan penurunan dukungan untuk program pemerintah, ada alasan yang baik untuk mengharapkan bahwa sikap-sikap ini akan mendukung kelanjutan dari situasi sekarang di mana terlalu sedikit sumber daya yang dialokasikan untuk pelaksanaan kebijakan.

Sebuah Kata Akhir
Skenario untuk masa depan tidak perlu pesimis. Jika kebijakan meningkatkan pemahaman mereka tentang mengapa pelaksanaan kebijakan kerja seperti halnya, mereka mungkin dapat bekerja pada margin dan mengantisipasi dan pra mengacaukan beberapa masalah implementasi dibahas dalam bab sebelumnya. Whelter ini terjadi adalah problematis. Tetapi jika eksekutif puncak tetap lebih peduli dengan membentuk undang-undang untuk lulus di legislatif dibandingkan dengan pelaksanaan hukum setelah itu berlalu, jika mereka bertahan dalam menekankan hubungan masyarakat bukan kebijakan, dan jika "krisis" situasi terus mendominasi waktu mereka, sedikit kemajuan kemungkinan akan dilakukan dalam meningkatkan implementasi kebijakan. Selain itu, sampai masyarakat memberikan insentif bagi pejabat untuk mencurahkan lebih banyak perhatian untuk implementasi kebijakan dan untuk mengembangkan keterampilan administrasi yang lebih baik, prioritas ini mungkin tidak akan berubah. Diberikan baik visibilitas rendah sebagian besar kegiatan implementasi kebijakan dan kurangnya minat dari kebanyakan orang Amerika di pemerintahan dan politik, prospek untuk perubahan insentif tidak sangat menguntungkan.
Kegagalan di sektor publik seharusnya tidak mati kita tentu untuk menyimpulkan bahwa kita harus memilih untuk bergantung pada sektor swasta untuk mencapai tujuan kebijakan publik. Kadang-kadang sektor swasta mungkin lebih efisien dan kreatif dari instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan. Namun kita telah melihat seluruh buku ini bahwa ada masalah serius dalam mencoba untuk berkomunikasi dengan orang atau organisasi di sektor swasta, bahwa mereka sering kekurangan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan kebijakan. Selain itu, organisasi sektor swasta tidak diorganisir sekitar implemeting kebijakan publik dan dibebani dengan banyak masalah internal yang sama SOP dan kepicikan yang dihadapi masyarakat.
Karena kebijakan publik menghadapi masalah dalam pelaksanaannya, kita harus memotong kembali pada kebijakan publik? Belum tentu. Apa yang harus kita lakukan adalah memiliki harapan yang lebih realistis. Manfaat apa yang mungkin terjadi ketika kebijakan yang membangun? Manfaat program senilai biaya mereka? Lebih besar memperhatikan pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu mengurangi keterasingan banyak orang merasa menuju sektor publik, keterasingan berdasarkan sebagian pada harapan unreasonbly tinggi kinerja pemerintah.
Orientasi antipemerintah adalah mengalahkan diri wehard selalu akan memiliki kebijakan publik, dan antagonisme terhadap mereka tidak akan meningkatkan implementasi. Memang, permusuhan atau kesejukan setidaknya menuju sektor publik merupakan salah satu alasan mengapa pelaksana seringkali kekurangan sumber daya yang cukup untuk melakukan tugas mereka secara efektif. kebijakan publik yang efektif layak prioritas tinggi. Hal ini wort bekerja untuk mendidik baik pembuat kebijakan dan masyarakat tentang pelaksanaan. Ini adalah waktu untuk meletakkan dasar untuk perbaikan.

8 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung di blog ini, berkomentarlah dengan bijak, baik dan tidak spam.