Menjelang lebaran, kampung halaman menjadi magnet bagi para perantau dari berbagai penjuru untuk pulang kampung bertemu keluarga dan melepas rindu.

Namun, kepulangan mereka tidak jarang diwarnai dengan rasa jenuh setelah beberapa hari berada di tengah-tengah keluarga dan teman-teman di kampung halaman. Meskipun ada alternatif hiburan seperti turnamen futsal "Merantau Cup" di Desa Mawambunga yang digagas oleh para pemuda setempat, namun rasanya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hiburan yang beragam.

Perlu disadari bahwa di desa-desa, hiburan seringkali menjadi barang langka. Sementara kebutuhan akan hiburan dan interaksi sosial tidak bisa diabaikan begitu saja. Akibatnya, rasa kerinduan akan kampung halaman seringkali tidak terobati sepenuhnya. 

Maka, sudah saatnya kita semua sebagai warga kadatua terutama pemerintah di tingkat desa dan kecamatan, memikirkan untuk bagaimana menghidupkan kembali kegiatan kebudayaan sebagai alternatif yang lebih berkesan.

Kita memiliki warisan budaya yang kaya dan layak dijaga. Dari tarian tradisional, kemudian silat "manca", hingga upacara adat, dan lain-lain. 

Setiap elemen kebudayaan tersebut tentu memiliki potensi untuk mempererat ikatan antara para perantau dengan kampung halaman. Dan juga sebagai upaya kita untuk melestarikan warisan leluhur & merayakan identitas serta sebagai pengikat kita dengan tanah kelahiran.

Kita memiliki jumlah perantau yang mencapai ratusan bahkan ribuan, dan tersebar diberbagi pelosok rantauan dari ujung Tanimbar hingga Papua, dari Barat hingga Timur. Kalau kepulangan mereka dikelola dengan baik ini justru mendatangkan potensi ekonomi, walaupun itu sementara, tapi setidaknya kampung halaman dihidupkan.

Kegiatan seperti ini tentu tidak hanya akan memberikan hiburan yang lebih bermakna bagi para perantau, tetapi juga dapat mengubah kepulangan mereka saat lebaran dari sekadar momen melepas rindu menjadi peluang nyata untuk menghidupkan kembali kebudayaan lokal dan menggerakan ekomoni desa. 

Dengan demikian, kita tidak hanya merayakan lebaran sebagai momentum bersilaturahmi, tetapi juga sebagai kesempatan untuk merayakan warisan budaya dan memperkuat jalinan sosial di masyarakat.