Sebuah pulau sebagaimana disebut dalam lirik lagu kakesano kadatua gubahan Muhlidi yang berhadapan dengan Kapoa itu rupanya menyimpan kisah kelam.
Kisah yang jarang orang ketahui, saya sendiri mendengarnya mungkin kala SMP, konon menurut cerita bahwa pulau itu sempat dijadikan pemukiman dan juga tempat pembataian.
Kata pembataian itu mengusik pikiranku, entah apa maksudnya. Seiring berjalan waktu, ketika saya memasuki perguruan tinggi yang memaksaku untuk bergelut dengan bacaan, beberapa artikel yang ku baca menyebut itu lagi, memori yang sudah lama kemudian bersemi kembali.
Artikel itu mempertegas, bahwa dipulau yang familiar kita manyebutnya pulau ular itu benar ada pembataian orang-orang yang difitnah sebagai anggota ormas terlarang: PKI.
Saya pun tercengang, seolah belum percaya, ku cari sumber utamanya darimana ia mengutip itu, ternyata dari buku catatan hasil investigasi persma Unhalu yang diterbitkan tahun 2000.
Setelah sekian lama kucari buku itu, sore kemarin saya bertemu dengan seorang jurnalis yang baru saja menurunkan hasil liputannya tentang kisah perempuan besi ibu Ainun istri Bupati Buton Muh. Kasim penyintas korban peristiwa 69 di Buton, kebetulan ia senior saya dikampus dulu yang kini berprofesi sebagai jurnalis lepas dan tinggal di Kendari.
Saya mengontaknya langsung via whatasapp, ternyata ia berada dikota Baubau, kami pun janjian untuk bertemu di warung kopi ditaman kotamara, lama kami berdiskusi sekitar 4 jam, sebelum beranjak untuk pulang, ia memberikan salinan buku itu. Sesampai dirumah kubaca lembar demi lembarnya, terpampang dihalaman 30 dan 31 misteri yang selama ini mengusik pikiranku itu akhirnya terjawab.