Sebuah postingan dimedia sosial facebook oleh salah satu akun alumni tahun 2001 yang keterangannya berlokasi di masjid-masjid diseluruh desa di Kecamatan Kadatua dengan menggegam spanduk dan Alquran untuk diwakafkan, terlintas sepintas dibenak saya untuk menuliskan memori tentang SMP ini. YA... SMPN 1 KADATUA!


Dulu sekolah ini bernama SLTPN 3 BATAUGA, konon ceritanya dulu sebelum ada SMP, generasi Kadatua sangat susah menjangkau akses pendidikan, jika ingin melanjutkan studi pasca SD pilihannya nyebrang ke Siompu atau ke Kota Baubau. Tidak ada pilihan lain. Kalo misal dilihat data statistik tahun itu mungkin bisa jadi angka putus sekolah atau yang tidak lanjut sangat tinggi.

Hingga era akhir 80an atau awal 90an mulai berdiri SMP yang berlokasi ditengah² Kadatua tepatnya di Desa Kaofe (kini marawali) yang cukup jauh dari pemukiman padat warga. Bagi siswa yang berasal dari Kaofe, uwemaasi dan waonu kala itu aksesnya cukup dekat berjalan kaki mungkin bisa ditempuh kurang lebih 30menit. Tapi bagi kami yang tinggal didesa ujung (Kapoa & Banabungi) sungguh jauh, ditempuh bisa 1 jam bahkan lebih, berangkat sekolah badah subuh suasana masih agak gelap. Pulang sekolahpun disambut dengan terik matahari yang seolah membikin kepala ini mau pecah. Hehehe. Tapi itulah perjuangan SEKOLAH! apapun tantangannya harus dilalui. 

Melihat siswa dari dua desa ini yang kondisi fisik masih kecil (baru lulus SD) sudah harus berjalan kaki dengan jarak yang jauh, maka dibuatlah sekolah filial (jarak jauh) seadanya yang terbuat dari kayu di masing-masing desa ini untuk menampung siswa belajar sementara 2 tahun lebih, nanti jelang ujian nasional baru diterjukan dilapangan untuk jalan kaki menembus hutan masingkaru & makutanda lalu ke SMP induk (sebutan SMPN 1 Kadatua). Hehehe...

Kedua kelas jarak jauh (Filial) yang didirikan dikedua desa ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya SMPN 2 dan SATAP Kapoa, dan perlahan angka putus sekolah pasca SD di Kadatua pun dientaskan.

Sungguh luar biasa keberadaan SMP ini dalam menunjang pembangunan sumberdaya manusia di Bumi Waode Pogo, Kadatua. Kini alumninya tersebar diberbagai pelosok negeri mayoritas di Wilayah Papua & Maluku dengan ragam profesi, mulai dari TNI, Polri, Guru, Wirausaha, dan lain-lain.

Harapan saya dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh rekan-rekan alumni 2001 ini bisa memberi stimulus bagi yang lain untuk bagaimana bisa tetap menjaga persaudaraan & tali silaturahmi serta memberi kontribusi nyata baik itu pikiran, tindakan maupun sumbangsi materi bagi pembangunan Kadatua hari ini dan masa yang akan datang.

| BRAVO SMPN 1 KADATUA!!!

Beberapa minggu terakhir  lapangan yang dulunya senyap sepi ini kerap dikerumuni warga, mereka datang untuk menyeruput kopi, bergurau, berdiskusi, dan ada juga yang sekedar cuci mata.

Memang semenjak dibukanya kedai di tempat ini seolah ada geliat, oleh Daru (pemilik kedai) dalam perbincangan dengan saya minggu lalu ia menuturkan:

"Bahwa sebenarnya orang-orang Kadatua apalagi anak mudanya butuh sekali ruang beraktivitas, entah sifatnya mencari jajanan maupun melakukan kreativitas, dan lapangan Kaofe sangat tepat & strategis, karena ia berada dijantung Kadatua" 

Tak hanya itu dengan adanya tempat seperti ini tanpa sadar perlahan menggeser kebiasaan-kebiasaan anak muda yang dulunya mungkin kumpul²nya SOPI beralih ke KOPI, yang dulunya cerita BAKU PUKUL beralih ke BAKU TEMU IDE.

Mudah-mudahan para pemangku kepentingan di KEC. KADATUA bisa melihat ini. Ini sangat positif.
Suatu Sore rombongan anak muda yang rambutnya basah yang sedikit ditaburi pomet keliatan mengkilap serta berpakaian keren bertopi supreme (KW) dengan boncengan teman mudinya mengenakan jilbab yang sepintas mirip Nisya Sabyan berkendara keliling kampung membela jalan dari desa ke desa lalu membelok pas dijalan setapak depan Kantor Camat.

Mereka ke Danau asin, orang-orang di pulau ini menyebutnya "Teilalo", danau yang kini sudah cantik persis seperti pakaian yang mereka kenakan, keren..... Sungguh! Rumah-rumah yang terbuat dari kayu disusun rapi dengan model klasik seperti fila kecil.

Rombongan anak muda itu mengeluarkan ponsel mengatifkan kamera lalu cekrek, mereka berselfie didepan rumah-rumah kecil itu lalu diuploadnya di medsosnya.

Setelah selfie, mereka pulang! Danau asin itu pun kembali sepi!
.
Penggalan kisah diatas adalah sebuah ilustrasi bahwa sebenarnya warga dikecamatan Kadatua butuh hiburan, butuh tempat untuk narsis. Kemudian Danau teilalo sendiri juga ingin ramai, rumah-rumah kecil itu ingin difungsikan sebagaimana mestinya, bukan datang untuk di foto lalu ditinggal begitu saja. Tanpa faedah.

Sudah sekian lama pulau ini berdiri menjadi kecamatan, sudah sering pucuk pimpinan wilayah berganti, sudah banyak momen yang terlewatkan. Tetapi tetap saja senyap dan sepi!

Seharusnya Pembangunan kawasan di Danau asin Teilalo dengan polesan rumah-rumah cantik setahun belakangan ini, menjadi stimulus bagi semua komponen yang ada didalam Pulau ini, wabil khusus Pemerintah kecamatan dan desa serta para pemerhati yakni anak muda kreatif untuk bagaimana berkolaborasi mendorong dan menggejotnya.
Pagi sekali dihari jumat (3/7)  Besi Apung yang bernama ferry berkapasitas lumayan besar itu mengangkut para pemangku kebijakan didaerah ini beserta Kendaraannya dari bumi gajamada batauga membela laut basilika menuju pulau pengasingan karamaguna yang tandus nan gersang, Kadatua, Pulau yang hanya memiliki batu dan para perempuan yang membilang usia dengan memecahkan karang. pulau yang pepohonnya susah payah menghidupi nelayan (Aan mansyur).

Mereka sandar di desa ujung, Kapoa, tepat dipelecingan pelabuhan, sorak dan gempita disambut oleh para penghuninya camat, kades, perangkat hinga warganya, tak hanya itu jagad maya pun menggema, pemilik akun medsos yang berasal dari pulau ini yang sekarang ada dirantau pun membagikan kabar baik itu.

Dengan mengendarai DT 1 W berkeliling pulau serta Bertemu dengan warga dan para stakeholder kecamatan, Nahkoda Busel La Ode Arusani memberi pesan harapan:

"dengan beroperasinya feri ini semoga bisa mendorong percepatan pembangunan dan perekonomian, yaitu menekan harga² baik bahan bangunan seperti pasir, kayu, semen dan lain-lain serta kebutuhan masyarakat berupa sembako, dan mendorong sektor pariwisata di seperti Labulengke, TeiLalo, dan Liwutongkidi"

Uji coba pengoprasian feri di Kadatua ini serta pesan yang disampaikan adalah sebuah optimisme dan langkah awal menstimulus Kadatua untuk bangkit.

Namun stimulus yang diberikan ini perlu disambut dengan kebijakan dilevel terendah, yakni pemerintah dikecamatan khususnya Desa kiranya mampu memanfaatkan  potensi yang ada di desa masing-masing  agar stimulus tersebut tidak berujung sia-sia.