Ditengah suasana memepengaringati HUT RI ke 74 yang begitu semarak, bersamaan dgn itu pula Tagar Pen74jah ramai dilina masa medsos, tagar ini merupakan respon netizen terhadap aksi burutal yang dilakukan oleh oknum ormas dan aparat di Malang dan Surabaya tanggal 15 dan 17 agustus. Hingga berbuntut pada kerusuhan yang terjadi di beberapa Kota, Jayapura, Sorong, Manaokwari tanggal pada 19 Agustus kemarin.

Kronologi kejadian bermula pada aksi damai tgl 15agustus yang dilakukan sekelompok mahasiswa papua yang menatasnamakan west papua di Malang, dalam aksinya mereka mengecam New York Agreement yang dalam beberapa poinnya dinilai melanggar perjanjian. Ditengah aksi, massa mengeluarkan kalimat "PAPUA MERDEKA", sontak langsung oknum masyarakat menyerang dan berujung bentrok, oknum masyarakat melemparai massa aksi hingga mengalami luka-luka.

Besoknya (17/8) tepat hari kemerdekaan  di Kota Surabaya, aparat dan ormas mengepung asrama Papua, yang dipicu oleh adanya kabar pengrusakan tiang  bendera merah putih dilingkungan asrama. penghuni asrama ketakutan memilih bertahan, diluar massa menghujat dengan mengeluarakan kata "usir dan umpatan-umpatan rasial,  dan sore hari aparat kepolisian mengeluarkan tembakan serta gas air mata dan memaksa masuk untuk "mengevakusi" mahasiswa yang ada didalam. dilaporkan 45 mahasiswa digiring di Mapoltabes Surabaya untuk dimintai keterangannya sekitar tengah malam mahasiswa di bebaskan.

Dari krnologi diatas yang menjadi poin atau kata kunci disini adalah "PAPUA MERDEKA, PERSEKUSI DAN RASIAL".

Kenapa mau merdeka? Mungkin dibenak kita berpikir bahwa itu adalah tindakan Makar tidak dibenarkan oleh Undang-undang, tapi satu hal yang hari ini masih luput dalam ingatan kita dan belum dituntaskan oleh pemerintah adalah sejarah mengenai proses integrasi papua ke indonesia. Oleh sebagian besar generasi papua dari tahun ke tahun mereka terus mempertanyakan kenapa Perjanjian New York diingkar, kenapa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) hanya melibatkan 1025 orang dari jumlah populasi dengan tekanan oleh aparat kala itu. Kemudian tindakan persekusi, setiap penyelesaian masalah di Tanah papua selalunya dilibatkan Aparat, pembangunan lagi-lagi aparat.  Lalu soal rasial, katanya berbhineka tunggal ika, tapi kenapa masih ada rasisme terhadap wara papua, cuman karena beda kulit rambut dan Ras.

Inikah yang namanya Kemerdekaan? Hey..!!! Papuaku butuh jawaban dan pendekatan yang memanusiakan. 

17 Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan, momentum dimana ditandai dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno dan Bung Hatta. dan peristiwa ini pulalah yang selalu dikenang sepanjang sejarah oleh generasi ke generasi. entah melalui upacara atau pun memasangg tiang bendera dihalaman rumah maupun menulis ucapan "Dirgahayu"di  beranda medsos.

Saya pun melalkukan hal yang sama, turut serta menyemarakkan hari kemerdekaan dengan memosting foto saya di FB dengan dimbumbui caption tentang harapan pada negara untuk terus jaya selamanya.

Setelah saya memosting itu tidak lama muncul tautan yang dibagikan oleh Bang YD, tulisan yang begitu menarik dan memberi tambahan pengetahuan. adalah adanya penumpang gelap dibalik proklamasi kemerdekaan kala itu.

Mereka bukan para revolisioner atau pahlawan, mereka adalah para Bandit dan Jagoan, dalam tulisannya yang mengutip Buku sejarahwan Robbert Cribt yang berjudul "Gangster and revolutionaries" menungkap bahwa setelah lonceng kemerdekaan diikraarkan melalui proklamasi para bandit ini memanfaatkan kesempatan, menjarah toko-toko dan perusahan membunuh hingga memperkosa karyawan-karyawan toko yang dimiliki oleh pengusaha beropa maupun China. Mereka menduduki kantor-kantor Bupati lalu mengambil paksa,

Saya tertegun, meskipun cerita itu dikutip dari Buku karya akademisi tapi membuatku bertanya-tanya, kok bisa rakyat kita sejahat itu.

Hingga terlintas memori dipikiran saya tentang komflik yang pernah saya saksikan sendiri, waktu itu masih mahasiswa di salah satu Kota di Sultra, ada satu peristiwa konflik antar mahasiswa yang berbeda etnis yang terjadi tahun 2011 (klo gk salah),  malam itu suasana mencekam, dijalan raya bunyi tiang listik penanda bahwa  teelah terjadi penyerangan, para mahasiswa dikost-kostan keluar, ada yang mengungsi dan ada juga terjadi saling lempar batu dan busur panah, ditengah konflik itu ada beberapa kelompok yang membnokar-bonkar kios warga, mereka mencungkilnya lalu mengambil barang-barang didalam kios tersebut. Sedangkan sebagian lainnya masih bertahan terus melakukan pelemparan. seolah-olah lagi berjuang.

Saya mencoba cocoklogi dengan kejadian yang disampaikan dalam tulisan itu, ada benarnya mengingat kala itu masih dalam kondisi peperangan masyarakat masih banyak yang mengalami kemiskinan, meskipun sebagian dari rakyat saat tetap gigih berjuang dan tetap wasapa manakala akan terjadi perang tapi ada-ada saja orang yang menafaat itu sebagai ladang untuk mencari keuntungan pribadi.

Dari kedua peristiwa ini mungkin kita menyerap pejalaran,jika mau lihat orang benar-benar idealis lihat dia pada saat konflik terjadi, kemana dia, melakukan perlawanan kah atau berdiplomasi dengan musuh untuk mencari titik temu agar damai ataukah memanfaatkannya dengan menumpang atau menunggangi dengan tujuan mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. 



Setelah meredupnya matahari biru PAN di Sulawesi Tengara (Sultra) karena kelaahan pada Pilkades beberapa tahun lalu akibat tertangkapnya beberapa kadernya yang tersandung kasus korupsi, wajah politik Sultra berubah total, PAN tidak lagi mendominasi.

Kini yang mendominiasi adalah partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) hampir diseluruh kabupaten/Kota di Sultra hal ini bisa dilihat dari terpilihnya para kepala daerahnya yang mayoritas diusung oleh partai yang berlambang banteng tersebut. Tak terkecuali dikampung halaman saya, Buton Selatan, dipimpin oleh LA sekaligus merangkap sebagai Ketua DPC.

Tak berhenti sampai disitu pada Pemilu 2019 April lalu, PDIP di Busel lagi menguasai mayoitas kursi di parlemen dengan perolehan 5 kursi, iikuti oleh Partai Hanura diperingkat kedua mendapat 4 kursi. 

Meskipun pilkada msih kurang dari 3 tahun lagi, tapi tidak ada salahnya kita mengira-ngira. Kalau ditakar berdasar pada dominasi PDIP diparlemen tersebut, tentu bisa menjadi modal besar bagi LA untuk mencalonkan kembali pada tahun 2022. lalu pertanyaannya adalah, kira-kira siapa penatangnya? 

Sangat mudah dijawab.
Yapsssssss AI!!!!

Nama ini memang tidak asing bagi warga busel khususnya yang melek politik, Aliadi pernah menjadi bakal Calon Bupati Busel pada periode lalu, meski tidak jadi mencalonkan diri, tapi balihonya waktu itu banyak bertebaran di desa-desa, dan saat ini ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Busel, dan partainya Hanura bertengker di peringkat kedua.

Berarti pertarungan kedepan LA dan Aliadi donk?
hmmmmmmmmmm.......... kira-kira begitu.

Ta....ta..tapi.........
Tapi apa?

Saya Pesimis Bung! Busel akan begitu-begitu saja.

Kenapa bisa?

Mari kita lihat dibalik kedua sosok ini yang pernah mereka buat.
Pertama, LA, setelah terpilih menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati menggantikan AFH, ia seperti raja, seakan mau dmenghidupkan dinasti, ia menanam benih itu dengan mencalonkan adik dan istrinya sebagai caleg dan terilih dipemilu 2019 lalu,  padahal sebagian besar akademisi maupun pegiat anti korupsi mengatakan bahwa "Dinasti itu lekat dengan rasuah"  (Baca Kendari). 

Kedua, AI, sosok ini memang sepak terjangnya belum terlalu jauh, tapi bisa dilihat dari kinerjanya sebagai anggota DPRD, sudah memasuki periode akhir jabatan perda yang dihasilkan sudah belasan,  tapi ada salah satu perda yang menurut saya aneh dan tidak sesuai konteks yakni tentang retribusi parkir jalan umum,Busel baru mekar 5 tahun, baru menapakan kakinya, kemudian kondisinya masih sangat sepi jalan raya masih dilalui beberapa kendaraan, berhenti ditengah jalan pun kalau boleh dibilang sebenarnya tidak mengganggu lalu lintas. hehehhe.... Perda yang sangat asal-asalan!!!

Satu hal lagi tentang sosok ini yang juga tidak kalah aneh, yaitu kehadirannya saat main deklarasi-deklarasian Ganti Bupati dengan beberapa koleganya sesama pimpinan partai juga anggita DPRD, di Malino tahun 2018 lalu. apa faedahnya coba, kepemimpinan di Busel saat itu baru setahun lebih, seharunya kalau memang tidak sependapat dengan kebijakan bupatidi kritisi melalui forum dewan bukan malah ikut-ikutan om Mardani mo ganti presiden, lalu mo ganti bupati juga. Hiks (*)

Lalu siapa yang bagus untuk diusung selain mereka ini?
Entahlah...... saya juga bingung. hehehe
Babak akhir Pilkades serentak Busel tahun 2019 tuntas diputusnya sengketa hasil oleh Plt.. Bupati Busel tertanggal 5 Agustus kemarin, dalam isi putusan tersebut, ada yang diterima dan ada yang di Tolak.


Meskipun menyisahkan kekesalan serta kekecewaan dari sebagian penggugat dan tergugat atas putusan itu, tapi itulah konsekuensi yang harus diterima, UU Desa pun memerintahkan itu bahwa perselisihan sengketa diselesaikan oleh "BUPATI.

Lalu timbul pertanyaan apakah tidak bisa dibawa ditingkat pengadilan semisal PTUN, manakala putusan bupati tsb dinilai melanggar, inprosedural atau tidak objektif?
Itu urusan lain, biarkan para ahli hukum dan para pengugat/tergugat menjawabnya.

Terlepas dari itu, mari kita menyerap pelajaran dibalik ini, bahwasannya pesta demokrasi (pilkades) bukan hanya memilih lalu pulang dan menunggu hasil MENANG atau KALAH.

Disana ada proses, yang seharusnya ditelaah, dicermati, dan diawasi lebih dulu sebelum tahapan pesta demokrasi dimulai. Yakni penunjukkan panitia tingkat Desa dimana BPD dan waga berperan sangat penting

Berkaca pada kasus kemarin, hampir semua gugatannya terkait dengan pemilih yang bisa menggunakan hak suaranya padahal tidak terdaftar dan tidak memiliki KTP.

kalau mengacu pada aturan seharusnya tidak bisa, tentu disini ada yang aneh. kok bisa? Emang mereka gak baca aturan? Atau jangan-jangan masuk angin, sengaja berbuat curang dengan meloloskan pemilih tersebut untuk memenangkan calon yang mereka dukung. Entahlah....

Nah.. disinilah maksud saya pentingnya menelaah dan mencermati orang-orang yang akan didorong menjadi panitia pilkades. Kita tahu sendiri Desa itu skopnya kecil, warganyapun saling kenal. Sangat bisa menilai siapa-siapa saja yang layak untuk diusulkan.

Olehnya dengan adanya kasus ini, mudah-mudahan kita bisa belajar agar kedepannya kejadian ini tidak terulang lagi.
Setelah diputus bahwa gugatan ditolak maka berakhirlah sudah kontentasi politik maupun hiruk pikuk lainnya, maka secara defakto Harmin akan memimpin Desa mawambunga periode 6 tahuh mendatang.

Lembar putusan sengketa (foto facebook)

***
Hari itu beberapa bulan sebelum pendaftaran ia masih ke Surabaya untuk keperluan belanja dan nginap di Hotel dekat Kantor Gubernur Jatim, Hotel yang biasa diinap oleh perantau/pegusaha asal Timur kalau hendak berbelanja.

Harmin (foto: facebook)

Saya yang berada di Malang, ditelpon oleh keluarga untuk datang jalan-jalan ke Surabaya, dan secara kebetulan bertemu dengan beliau dipenginapan.

Singkat cerita malam itu sehabis makan kami ngobrol-ngbrol, Ia bercerita banyak hal salah satunya soal pengalamannya selama ia merantau di Kepulauan Tanimbar tepatnya di Pulau larat, pulau yang berada di selatan indonesia dan berbatasan langsung dengan Australia, disana ia dipercaya sebagai salah satu Ketua RT di Desa Ridol Kec. Tanut.

Mulailah ia cerita tentang pengalamanya, bagaimana ia membantu Kades menyusun program-program desa, dan menata administrasi desa.

Satu hal yang membikin saya tercengang ketika ia menyampaikan perihal soal inovasi desa dan program bantuan berbasis data. Adalah bagaimana menyusun suatu program dengan melihat data, yakni potensi desa dan kondisi masyarakat. Agar program tepat guna dan tepat sasaran.

Kemudian soal kepemudaan, ia menceritakan soal mimpinya bagaimana pemuda harus diorganisir dengan baik melalui OKP yang ada, semisal karang taruna atau sejenisnya, dengan menyiapkan wadah agar pemuda berkegiatan.

Dititik ini Mawambunga punya potensi, kita bisa menyaksikan sendiri bagaima antusiusme pemuda saat turnamen Merantau Cup yang begitu semarak dan luar biasa, padahal hanya memakai lapangan seadanya dan sumber dananya pun sebagian besar dari urunan para perantau.

Dengan berbekal pengetahuan dan pengalamannya itu, saya yakin desa mawambunga selangkah lebih maju.

Hari ini meskipun belum resmi tapi secara de facto ia sudah menggegam pucuk pimpinan dan insya Allah tidak akan lama lagi ia akan dilantik dan resmi memimpin DESA MAWAMBUNGA periode 2019-2025.

Harapannya semoga mimpi-mimpinya itu terus ia rawat, pelihara, dan kemudian diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata agar mawambunga bisa berubah menjadi baik lagi.

Sekali lagi saya ucapkan SELAMAT kepada Harmin Panjang umur perjuangan.

Membaca postingan salah satu teman di Facebook (FB) yang menuliskan soal kegelisahan akan salah satu program kementerian yang menyasar desanya yang ia curigai digelapkan oleh Kades, menimbulkan reaksi keras oleh salah satu kerabatnya,

"Silahkan laporkan bosku kalau ada semuanya jangan diumbar, jangan sampai disumbat mulutmu"  begitu komentarnya.

Dari komentar tersebut saya langsung kepikiran dan memiliki pandangan lain yang mugkin subjektif tapi ada benarnya,  bahwa begitulah wajah pemerintahan di desa kita, apabila dikritik atau disinggung, responnya malah negatif. dan bahkan berujung pada pembelaha masing-masing tidak lagi saling ttegur sapa. Nilai-nilai kekeluargaan yang ada didesa kian tergerus.

Entah apa yang salah, mau dibilang juga karena fator politik masuk desa (pilkades) yang menjadi akar penyebab masalah keretakan saya rasa mungkin YA.

Tapi mau itulah konsekuensi hidup di Negara yang menganut sistem demokrasi
Lalu apa yang meseti dilakukan? Jawabannya tentu peran serta orang-orang terdidik!

Sebagaimana kita ketahui bahwa demokrasi itu asalnya dari eropa,yang notabene negara maju dan masyarakat sudah terdidik, jadi kalau terjadi perbedaan dalam meyikapi pemerintah atau soal politik cenderung dewasa.

Ketika diterapkan didesa yang masih kental rasa kekeluargaan dan pendidikannya yang masih rendah, ini yang jadi problem, tidak heran sikapnya lain, berujung pada sensitifitas serta keretakan seperti yang saya singgung diatas.

Dititik inilah seharusnya peranan kaum terdidik didesa.
Mereka harus dilibatkan dalam semua urusan pemerintahan desa, bukan hanya sebagai subjek saja dimanfatkan hanya bila ada lomba desa atau acara kawinan untuk jadi MC.

Berbekal pengalaman dikampus yang diajarkan untuk berdiskusi dan mengargai orang yang berbeda pendapat, ini bisa diterapkan oleh mereka ketika dilibatkan dalam pemerintahan, dan bisa jadi contoh bagi masyarakat, agar nantinya dewasa dalam menyikapi perbedaan.

Ceritanya kemarin ke ATM mau narik uang ternyata zonk alias gagal, keterangannya yang muncul di mesin "KODE RESPON DARI HOST 34" Kirain gangguan, cek di ATM lain keterangannyapun tetap sama.

Ilustrasi

Karena ini zaman now yang sarat akan teKnologi, semua perusahaan membuka layanan contak center di paltform Media sosialnya. Salah satu Bank BRI yang mengguanakan Twitter.

Saya coba DM di akun twitter BRI menanyakan perihal yang saya alami diatas, jawaban si mimin BRI, kurang lebih begini:

"cek fisik kartu ATM dan kunjungi kantor Cabang BRI Terdekat bawa KTP, dan Buku Tabungan Anda."

Berhubung  buku tabungan saya hilang saya tanyakan kembali, jawabannya singkat:

 "urus berita kehilangan di Kantor Polsek lalu ke Kantor BRI."

Saya penuhi semua apa yang ia sampaikan, esok harinya saya langsung otw kantor Cabang BRI, dan langsung menuju Customer servicenya, dan ternyata masih tetap zonk, ATM saya tidak bisa diganti, karena ATM sudah kadaluarsa, Untuk mengganti atau memperbaharui kartu ATM harus membawa buku tabungan yang asli.

(Kartu ATM Kadaluarsa)

Bisa menggunakan berita kehilangan dari Kepolosian asalkan diurus di Kantor BRI pada  awal membuka rekening (bukan di kantor BRI lain). Sedangkan saya sekarang berada diluar Kota jauh dari Kota yang dulu tempat saya membuka rekening.

Benar-benar ribet dan bikin kesel ferguso!!!

Tapi betul memang yang dibilang orang-orang bijak bahwa setiap peristiwa pasti ada hikmahnya.
Seperti yang saya alami sekarang, ada hikmahnya, saya baru tau kalau dikartu ada tanggal explayernya, kemudian jika buku tabungan hilang harus segera diurus.

Olehnya itu teman-teman siapapun kamu yang membaca blog ini dimanapun berada baik di sabang maupun merauke atau di Zimbabwe maupun di Timor Leste.

Perhatikan baik-baik kartu ATM dan Buku Tabungan anda, jangan sampai kejadian "KODE RESPON DARI HOST" yang saya alami menimpa saudara-saudara.
Siapa Arief Budiman? Siapa itu?

Jawaban sekaligus pertanyaanan itu pasti akan sama ketika ditanyakan kepada sebagian besar kami generasi yang lahir 90an.  Ya Arief Budiman asing ditelinga saya.

Pertama kali saya mendengar nama itu waktu tahun 2017 ketika masuk semester 3 waktu pembagian konsentrasi/minat program yang mau diambil, saya kebetulan ngambil Kebijakan Publik dan teman seangkatan  asal Bali ngambil kosentrasi Perencenaan dan Pembangunan Daerah.

Singkat cerita,  saat itu sekitar jam 10 pagi ia keluar dari kelas sehabis mengikuti perkuliahan dan memegang buku yang sampulnya warna merah muda, saya yang kebetulan lagi rokoan dan sembari nunggu jadwal kuliah didepan gedung, ketika melihat dia keluar langsung saya ambil buku yang ia pegang itu.

Buku itu judulnya Teori Pembangunan Dunia Ketiga, tertera nama penulis disampul buku tersebut, Arief Budiman, sambil saya liat-liat isinya, ia sontak bilang, "buku ini keren Bung penulisnya tuh aktivis 60an kakak dari Soe Hok Gie, saya tanya "dari mana ambil buku ini?"  "fotocpy dari dosen Bung" jawabnya.

***
Seminggu terakhir ini pecinta buku seMalang Raya antusias berbondong-bondong ke ex. Bioskop Kelud, disana ada Festival dan Pasar Buku Keliing yang diadakan oleh Patjar Merah, banyak buku yang dijual murah diskonya hingga 80% dan dihadiri oleh penulis-penulis ternama untuk memberi materi bagi peserta yang hadir.

Tak mau ketinggalan saya pun meluncur kesana, alhasil kalap 6 buku, total isi dompet yang terkuras demi kebutuhan nutrisi otak ini kurang lebih 200ribu, salah satu buku yang saya Ambil berjudul "Arief Budiman, Melawan Tanpa Kebencian" yang ditulis oleh para kerabat dan sahabatnya/Sengaja ambil buku ini untuk mengobati rasa penasaran saya pada sosok itu.

Dan semalam saya tongkrongin buku ini, hingga jam 3 dini hari.


Menyelam dilautan kata-kata oleh kerabat dan sahabatnya dalam buku tersebut tentang sosok Arie Budiman, sungguh benar-benar seperti masuk kelorong waktu, tahun 60an hingga akhir 90an, cerita suka, duka, maupun konsisitensi perjuangan dan idealisme.

Soe Hok Djin atau Arief Budiman ternyata bukan orang sembarangan ia intelektual kutu buku dan seorang pejuang. kecintaanya pada membaca memang terlihat sejak kecil, diceritakan bahwa  ia sering menemani ayahnya yang juga seorang penulis dan sastrawn. Ketika ayahnya lagi menulis dimesin tik, arief kecil biasa menunggu kertas yang sudah berisi tulisan itu lalu dibacanya.

Setelah masuk Fakultas Psikologi UI, kakak kadung dari alharhum Soe Hok Gie ini, makin menjadi, ia bergabung di Kelompok Manisfesto Kebudayaan (Manikebu) yang berawaan paham dengan Lembaga kesenian Rakyat (Lekra), ia juga sering melontarkan kritik tajam turun kejalan maupun lewat tulisan-tulisan kepada dua penguasa kala itu Soekarno dan Soeharto. Hingga berujung pada penahanan.  Tapi tak membuat ia gentar, ia sosok revolusioer. Keren.... Sungguh menginspirasi....