(
Brian W. Hogwood and Lewis A. Gunn)
Analisis kebijakan
Definisi dari karakteristik analisis masalah adalah mempersiapkan seleksi
teknik yang tepat yang dapat dipakai. Analisis dipakai untuk mempersiapkan
segala sesuatu ketidakpastian yang terjadi di
masa mendatang. Analisis kebijakan tidak dapat menyuguhkan perbaikan yang tepat
untuk masalah yang besar. analisis kebijakan itu tidak dengan sendirinya dapat
menyelesaikan konflik nilai atau menentukan prioritas politik, analisis dapat
menginformasikan pilihan bahkan tentang stategi keputusan. Kontribusi
analisis kebijakan
berpotensi di tingkat menengah, dimana masalah tidak jelas dan sulit diukur,
terdapat sejumlah kepentingan kebijakan dan terdapat masalah yang tidak sesuai
dengan tanggung jawab suatu organisasi.
A.
Politik
dan Analisis
Salah
satu kontribusi analisis, yakni tahapan dari proses kebijakan menjadi lebih
mudah dalam menentukan pada saat kapan dan bagaimana potensi masalah kebijakan
publik dapat diidentifikasi. Artinya keberadaan
analis menjadi cukup strategis dalam suatu proses kebijakan. Selain
peranan itu, analisis membuat suatu
keputusan agar bernilai dan tidak sia-sia. Oleh karena itu, maka diperlukan
identifikasi masalah potensialnya. Sedangkan pada gilirannya keputusan dari
para politisi seringkali dipandang oleh para penulis dan analis kebijakan dari
yang paling rasional sampai yang paling incrementalist, bahwa keputusan
politisi sangat depoliticized.
Di
sisi lain, terdapat pandangan bahwa proses politik (melalui dalil politik)
diasumsikan sebagai sarana yang sarat akan nilai atau tujuan yang pelu
diinternalisasikan (disuntikkan) pada awal proses kebijakan. Diketahui pula
bahwa pentingnya pengaturan politik dan konsumsi analisis pada semua tahapan
proses kebijakan dari agenda pengaturan seterusnya. Namun seringkali ketika
keputusan telah dipilih/ditentukan, peran analisis kebijakan dan politik masih
jauh dari kesepakatan yang final.
Berkaitan
dengan itu, maka dapat dipahami bahwa analisis dipandang sebagai suatu aspek
yang melengkapi proses kebijakan yang lebih clear secara politik daripada
menggantinya. Hubungan antara analisis dan politik akan sering menjadi tegang.
Akan tetapi menjadi tidak relevan bilamana memperlakukan politik sebagai “residu”
yaitu azab analisis, bukan politik.
B.
The
politics of analysis (Politik analisis)
Jelas,
bahwa tidak ada perihal analisis yang
netral sepenuhnya. Adapun nilai-nilai yang berkembang di pusat-pusat
penyusunan kebijakan tentunya tidak terlalu teknis (pragmatis) dan diharapkan
dapat mengisolasi dari perdebatan politik dengan mencoba menentukan nilai dan
tujuan serta meninggalkan hasil analisis yang bebas nilai untuk menghasilkan
solusi optimal.
Diperlukan
suatu sensitivitas (kepekaan) terhadap isu-isu akan nilai dan sasaran dari
kebijakan tersebut. Hal ini lebih penting dibandingkann dampak kebijakan yang
secara umum hanya salah satu bagian dari analisis kebijakan. Di sisi lain,
penggunaan analisis dapat dilihat sebagai implikasi atas kekuasaan politik.
Poin ini tidak untuk mempertentangkan
antara penggunaan analisis kebijakan, tetapi untuk menyarankan bahwa analisis
kebijakan itu sendiri tidak memiliki cara 'relasional' untuk menentukan distribusi (sasaran
kebijakan) yang sedemikian kompleks. Hal ini dapat dimaknai sebagai suatu
determinasi politik. Disadari oleh penulis bahwa pengguna dan penggunaan
analisis memiliki dimensi politik yang penting. Namun, analisis kebijakan
seperti itu tidak dapat diharapkan untuk “sandaran” atas semua beban mengakses isu-isu
sumber daya ekonomi dan politik karena seringkali pula politisi; dan teori
politik dan sosial gagal untuk menyelesaikannnya.
C.
Implementation
1. Implementasi
bagian dari pembuatan kebijakan (policy making)
Implementasi
kebijakan merupakan bagian proses panjang dari pengambilan keputusan. Pressman dan Wilavsky sepakat bahwa
implementasi adalah kunci dalam studi kebijakan publik. Implementasi dalam pembuatan tentu berhubungan
sangat dekat dan sangat krusial. Keberhailan suatu implementasi tentu tidak
lepas dari proses pembuatan kebijakan. Dunsire (1978) dari beberapa penelitian
dapat menyimpulkan bahwa pemerintah sangat baik dalam membuat kebijakan
(legislatif) daripada menanggulangi masalah secara efektif, hingga hal ini
menimbulkan gap implementasi.
Untuk memahami
suatu kegagalan kebijakan, pertama yang harus dilakukan adalah membedakan
antara non-implementasi dan implementasi yang tidak berhasil. Implementasi yang
gagal uumnya terjadi ketika sebuah kebijakan secara penuh tidak menghasilkan
hasil atau dampak yang diinginkan.
Alasan yang dapat menyebabkan kegagalan kebijakan adalah yaitu : bad exection, bad policy dan bad luck.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa formulasi kebijakan dan implementasi kebibakan tidak dapat
dipisahkan. Keberhasilan suatu implementasi dengan melahirkan dampak dan hasil
yang baik tidak terlepas proses
pembuatan kebijakan. Karena kebijakan merupakan alur yang dilakukan
untuk menyelesaikan suatu masalah dimana alur yang dilakukan tersebut disebut
implementasi.
2. Implementasi
yang sepurna tidak dapat dicapai
Hogwood dan Gun
mengatakan bahwa implmentasi yang sempurna tidak dapat dicapai. Dalam hal ini Gun menekankan bahwa “kesempurnaan “ adalah sebuah konsep analisis atau Ide atau
dengan kata lain pencapaian ideal. Tidak ada model perspektif yang ditawarkan dalam prasyarat logika
implementasi yang sempurna seperti kepatuhan yang sempurna atau kontrol yang
sempurna. Hal hal yang menjadi
prasyarat umtuk mencapai implmentasi yang sempurna adalah :
-
pihak ekternal dilarang
melemahkan dan menjatuhkan kebijakan
-
Waktu dan sumbedaya
yang cukup
-
perlunya kombinasi
sumberdaya
-
kebijakan yang
diimplementasikan berdasarkan teori
sebab akibat yang valid
-
hubungan langsung sebab
akibat
-
minimnya hubungan
ketergantungan
-
pengertian dan
persetujuan suatu objek
-
menetapkan rangkain
yang benar
-
komunikasi dan
koordinasi yang baik
3. persepktiv
Top down
perspektif top
down lebih menekankan kepada agen-agen
pembuat kebijakan. Pendekatan top down
menurut Wood and Hood untuk mncapai implementasi yang efektif adalah:
-
pendekatan struktural
analisis
organisasi modern memiliki kesepakatan yang baik dalam memberikan studi tentang implementasi
sejak desain kebijakan dan desain organisasi dipertimbangkan bersama. Dalam
pemahaman pendekatan struktural, penting untuk membedakan antara planning of
change dan planing for change. Planning
of change dulunya terjadi ketika perubahan dihasilkan di dalam organisasi atau
sebagian besar kontrol organisasi sebagai direksi, langkah dan masalah
manajerial. Planning for change menunjuk ketika prubahan secara ekternal
dipaksakan (oleh organisasi atau lingkungan) atau ketika proses erubahan sulit
untuk diprediksi, dikontrol dan ditahan.
-
pendekatan prosedur dan
manajerial
Struktur yang tepat
dalam implementasi mungkin kurang penting daripada mengembangkan proses dan
prosedur yang cocok termasuk prosedur manajerial yang menggabungkan teknik yang
relevan. Implementasi dipandang sebagai sebuah teknik atau masalah manajerial.
Prosedur-prosedur tersebut adalah penjadwalan, perencanaan dan kontrol.
Demikian setelah identifikasi masa manajerialalah dan seleksi, biaya paling
efektif, implementasi selanjutnya memiliki langkah-langkah berikut:
§ Desain
program dalam rangkaian tugas dan statemen objek yang jelas, standar kinerja,
biaya dan waktu.
§ Eksekusi
program, dengan mengarahkan struktur dan staf yang teppat, pembiayaan dan
sumber penghasilan, prosedur dan metode.
§ Pelaksanaan
dalam waktu yang tepat, monitorng.
-
pendekatan tingkah laku
dalam
kajian pendekatan perilaku, bukan mengarah ke ketenagakerjaan, partisipasi
manajemen, tapi pendekatan akan lebih efektif terutama dalam kondisi medern
dimana kurangnya kerelaan menerima bahwa manajemen mengethui lebih baik, dan
top manajemen mengetahui yang terbaik.
-
pendekatan politik
sebuah
strategi politik dalam implementasi tidak butuh dan tidak harus terlihat sebagai pemisahan dari pertimbangan
faktor-faktor teknis. Formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan saling
tergantung dan analisis tentang itu harus mempertimbangkan keduanya.
D.
Evaluasi
1. Kebutuhan
evaluasi kebijakan
Jika suatu
administrasi sudah mencapai suatu kesempurnaan tentu tidak perlu adanya
evaluasi. Kebijakan yang dibuat oleh
pemrintah untuk menyelesaikan suatu masalah dalam masyarakt tentu melewati
sebuah intevensi. Namun pada kenyataannya interven si tersebut hanya melihat
beberapa target masalah, karena selalu muncul maslaah yang tidak terlihat. Untuk itu diperlukan suatu evalaluasi untuk
memeperbaiki kebijakan tersebut sesuai dengan perkembangan yang terjadi di
masyarakat.
2. Monitoring
Monitoring yang
efektif akan memerlukan spesifikas program atau kebijakan yang harus
dilibatkan.
3. Analisis
masalah sebagai dampak kebijakan publik
-
Objektif
-
Menjelaskan dan
mengukur kriteria kesuksesan
-
Efeksaming
-
Informasi
-
Pemisahan dampak
program dari pengaruh lain
-
Target multiprogram
-
Distribusi dampak
-
Sensitivitas politik
dalam monitoring dan evaluasi
-
Biaya
4. Teknik
evaluasi
-
Studi sebelum dan
sesudah
-
Pemodelan
-
Metode ekperimental
-
Metode ekperimental quasi
-
Keuntungan analisis
5. Pelaksana
Evaluasi
-
Evaluasi oleh staff
pelaksana
-
Staff Khusus Evaluasi
-
Komisi Eksternal
Evaluasi
-
Evaluasi oleh badan
Legislatif
E.
Kesuksesan
Kebijakan dan Akhr Kebijakan
1. Akhir
dari proses kebijakan
Proses kebijakan adalah dari pencarian
isu hingga tahap evaluasi. Namun apakah kebijakan itu dijkatakan gagal atau
harus dihapuskan atau bagaimana alur proses kebijakan atau membuatan kebijakan
baru merupakan proses panjang sebagai konsekuensi evaluasi. Konsekuensi. Dua perkembnagan analisis isu dan praktek
masalah dalam menghentikan suatu program yaitu: dampak logika dari sebuah
evaluasi yang merugikan sehingga program tersebut harus diganti dan iklim
politik yang mempengaruhi biaya.
Proses Kebijakan yang sukses dipengaruhi
oleh kebijakan sebelumnya. Hogwood dan peters (1983) mengusulkan tiga alasan
harapan kesuksesan kebijakan, yaitu:
-
Kegiatan pemerintah
yang dilakukan setiap tahun membuat pengajuan kegiatan baru sulit diterima.
-
Eksstensi politik
menciptakan perubahan kondisi
-
Pertumbuhan rata-rata
ekonomi dan implikasi finansial mendukung program baru tanpa harus mengurangi
program lama.
2. Variasi
kesuksesan atau penghentian
-
Fungsional
-
Organisasional
-
Penghentian kebijakan
ata kesuksesan
-
Penghentian program
atau kesuksesan
3. Kesulitan
dalam pengamanan penghentian
-
Keseganan intelektual
-
Kekurangan insentif
politik
-
Institusi permanen
-
Dinamika Konservasi
-
Koalisi anti-terminasi
-
Rintangan legal
-
Biaya yang tinggi
-
Konsekuensi yang
merugikan
-
Penangguhan dan
penolakan
F.
Analisis
Kebijakan Praktis
Peran analisis
kebijakan dalam proses kebijakan bukan hanya studi akademis dari proses
kebijakan. maka ada sejumlah pedoman yang jelas, mungkin tetapi sering
diabaikan. Pertama-tama, jika analisis harus dilakukan, apalagi dikonsumsi dan
digunakan, itu harus dari keuntungan praktis untuk satu atau lebih pengambil
keputusan yang baik tertarik pada substansi masalah atau melihat bagaimana
analisis dapat digunakan sebagai justifikasi politik bagi posisi mereka. Atau,
analisis dapat masuk ke dalam proses kebijakan karena sebagai alat yang digunakan dalam mengkritik pemerintah oleh sebuah
kelompok kepentingan untuk masalah buruknya kualitas analisis yang mendasari perlakuan
Pemerintah.
Dari perspektif
seorang analis, penggunaan yang analisisnya dimasukkan mungkin terjadi
penyalahgunaan. tentang penyederhanaan dan distorsi dalam hasil analisisnya.
Ini adalah (a) tak terelakkan (b) lebih mungkin jika tidak analis asli atau
beberapa ‘penerjemah’ telah mengambil kesulitan untuk menetapkan kesimpulan
kunci dan peringatan penting dalam bentuk yang mudah dipahami. distorsi yang
disengaja jauh lebih mungkin terkena, baik oleh analis (pengarah media atau peserta
politik) atau lawan yang menolak cara analisis ini.
Dalam penggunaan
praktis analisis kebijakan ada tidak mungkin akan ada satu jenis tunggal
analis. Hogwood (1984) menunjukkan bahwa apa yang harus diharapkan adalah:
Berbagai jenis analis, beberapa
ahli dalam teknik tertentu; orang lain yang mengkhususkan diri dalam bidang
kebijakan tertentu, dengan setidaknya beberapa kemampuan untuk berkomunikasi
temuan mereka kepada para pembuat keputusan dan beberapa kesadaran tentang
bagaimana spesialisasi mereka cocok dengan proses kebijakan secara keseluruhan.
Lainnya mungkin lebih dekat dengan gagasan tradisional dari penasihat politik,
tetapi mengkhususkan diri dalam menafsirkan hasil analisis kebijakan untuk
master politik tertentu. Setidaknya beberapa, namun. Harus semua perdagangan,
mungkin master of none, tetapi dengan kemampuan untuk mengidentifikasi potensi
teknik yang relevan, jika tidak kemampuan untuk membawa mereka keluar,
kesadaran kekuatan dan kelemahan mereka, dan penekanan kuat pada masalah
pengambil keputusan.
Untuk kembali ke
pembukaan bab ini, perhatian kita adalah dengan pendekatan proses untuk
analisis bukan dengan analisis sebagai sedikit
output dari model matematika yang diproduksi oleh analis dan diserahkan kepada
pengambil keputusan. Pendekatan proses ini, dan pelajaran dari nasib inisiatif
analisis kebijakan di pemerintah pusat Inggris, menekankan pentingnya persepsi
pembuat keputusan tentang kegunaan dari analisis pada umumnya dan aplikasi
terhadap isu-isu tertentu. itu juga menekankan konsumsi fokus daripada teknik
pendekatan difokuskan untuk menyajikan output dari analisis.
Keberhasilan
utama analisis kebijakan akan dicapai jika itu menjadi begitu dirutinkan bahwa
itu tidak dilihat sebagai suatu kegiatan terpisah dan berbeda dari pengambilan
keputusan. Tapi untuk kembali ke dunia nyata, ruang lingkup untuk berpikir
lebih analitis dalam pengambilan keputusan publik begitu luas bahwa pelatihan
terpisah dalam peran analisis sangat penting untuk kemajuan lebih lanjut.
Pendekatan yang disajikan dalam buku ini tidak dapat menyelesaikan semua
masalah kebijakan yang dihadapi pemerintah lebih dari itu telah mampu
menyelesaikan sengketa di antara para penulis analisis kebijakan. Kami
berharap, bagaimanapun, bahwa kami telah membuat kasus bahwa analisis bukan
hanya sesuatu yang akan menyenangkan untuk memiliki di dunia yang ideal, tetapi
cara berpikir yang praktis dalam dunia nyata.